Selasa, 28 Juli 2020

Sistem Peribadatan Bangsa Arab Sebelum Islam Datang

Ketika Islam lahir di Jazirah Arab, terdapat dua kerajaan besar masa itu, yaitu Persia dan Byzantium (Romawi). Kekaisaran Persia menganut agama Majusi, yang menyembah api dengan kitab suci Zend Avesta. Sedangkan kekaisaran Byzantium menganut agama Nasrani dengan kitab sucinya Injil. Bangsa Arab sendiri telah meninggalkan ajaran nabi Ibrahim as dan beralih menyembah berhala atau penganut agama wasani.



Menurut Hasan Ibrahim Hasan, Agama wasani dibawa oleh tokoh Arab bernama Amru ibn Luhay Al-Khuza'i. Ia membawa berhala atau patung dari Syam ke Ka'bah. Diceritakan bahwa Amru mengalami sakit keras, kemudian dia pergi ke Syam untuk berobat di pemandian yang sudah terkenal bisa menyembuhkan penyakit. Ketika sampai di Syam, dia mandi di tempat tersebut, dan sembuh. Di Syam, Amru melihat penduduknya menyembah berhala-berhala. Berhala-berhala tersebut kata penduduk setempat, dapat mendatangkan hujan, mengalahkan musuh, dan atas permintaan Amru, dia membawa berhala tersebut ke Mekah, kemudian meletakkannya di Ka'bah. Bukan hanya berhenti di situ, dia juga menyeru penduduk Mekah, Madinah dan Hijaz untuk menyembah berhala-berhala tersebut. Ajakan ini disambut baik oleh penduduk Mekah karena Amru dianggap sebagai tokoh yang dapat dipercaya.

Beberapa berhala yang disembah penduduk Arab sebelum Islam adalah berhala tertua dan terbesar Latta di Thaif, berhala Uzza di hijaz dan berhala Mana di Yasrib (Madinah). Berhala di lingkungan Ka'bah sendiri jumlahnya mencapai lebih dari 360 buah, sehingga memenuhi lingkungan Ka`bah. Banyaknya jumlah patung dan berhala tersebut karena setiap kabilah di Arab masing-masing memiliki berhala sendiri-sendiri sebagai sesembahan bagi mereka. Di samping beragama wasani, sebagian penduduk Arab juga beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi.

Kebudayaan masyarakat Arab sebelum Islam sering disebut sebagai kebudayaan jahiliyah. Menurut sejarawan Ahmad Amin, jahiliyah mengandung arti sifat-sifat ringan tangan, keras, kaku dan berbangga diri pada sukunya. Kebalikan dari sifat-sifat itu adalah ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri pada amal saleh dan bukan kepada keturunan. Kata jahiliyah berasal dari kata jahl, bukan dimaksudkan lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm. Sebab bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal beberapa cabang ilmu pengetahuan, terutama seni sastra. Julukan jahiliyah lebih disebabkan karena kondisi kemerosotan moral mereka. Sejarawan Hasan Ibrahim Hasan mengatakan, sejarah Arab sebelum Islam disebut jahiliyah karena dua faktor: Pertama, tidak ada satu kesatuan dalam bingkai satu negara dengan satu kepemimpinan yang kuat dan kokoh, mereka tidak mempunyai aturan, sehingga yang kuat bisa menindas yang lemah. Kedua, sebagian besar penduduknya buta huruf dan hanya sedikit sekali yang bisa membaca dan menulis.

Dalam kehidupan sosial, Arab jahiliyah terbiasa dengan perilaku menyimpang seperti, merampok, meminum minuman keras atau khamr, membunuh, berzina, sampai mengubur anak perempuan
hidup-hidup. Pada aspek kehidupan politik dan hukum, kehidupan mereka tidak ada persatuan antar beberapa suku, bahkan mereka terbiasa berperang antar suku karena hal-hal yang sepele seperti memperebutkan sumber air. Tidak ada hukum yang disepakati untuk ditaati bersama, karena itu siapa yang kuat dialah yang menang dan berkuasa. yang lemah pasti pada posisi tertindas. Masyarakat seperti ini disebut sebagai kanibal, yaitu masyarakat yang situasi kehidupan sosialnya melakukan segala cara untuk meraih tujuan. Pada aspek kehidupan ekonomi, bagi suku baduy pedalaman menyandarkan kehidupannya pada beternak unta dan biri-biri. Sedangkan masyarakat yang tinggal di perkotaan melakukan perdagangan.

Dari uraian tersebut, tentu kamu dapat menilai betapa beratnya perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. di Mekah guna menyiarkan agama Islam, menyempurnakan akhlak masyarakat masa itu. Apakah di lingkungan kamu masih terdapat ciri-ciri masyarakat seperti digambarkan di atas, yaitu menyembah selain Allah dan mengalami kemerosotan moral? Langkah-langkah apa yang akan kamu lakukan jika ingin mengubah masyarakat ke kondisi yang lebih baik? Sejarah dakwah Nabi Muhammad saw. di Mekah berikut ini diharapkan bisa memberi teladan bagi kamu dalam menjalankan syiar Islam.

Sabtu, 25 Juli 2020

Substansi Dakwah Nabi Muhammad Di Makkah

Substansi Dakwah Nabi Muhammad Di Makkah

Allah mengutus para nabi dan rasul sejak Nabi Adam as. sampai Nabi Muhammad saw. pada prinsipnya mempunyai tugas yang sama, yaitu:
1. Menyeru manusia agar hanya beribadah kepada Allah swt. semata, tunduk, taat dan patuh kepada-Nya (tauhid). Dalam akidah Islam, ada dua pengesaan kepada Allah. Pertama, tauhid rububiyah yaitu pengesaan kepada Allah dalam arti meyakini bahwa pencipta alam raya seisinya ini adalah Allah. Kedua, tauhid uluhiyah yaitu pengesaan Allah dalam arti tunduk, taat, dan pasrah kepada-Nya. Allah berfirman: "Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya, bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah Aku." (Al-Anbiya: 25). "Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), 'Sembahlah Allah dan jauhilah Tagut'."(An-Nahl: 36).

2.Menyeru manusia agar berbuat baik sesuai dengan perilaku teladan Nabi. Menyampaikan ajaran yang baik saja belum cukup untuk mengubah perilaku manusia dari buruk menjadi baik. Manusia memerlukan sosok teladan untuk mereka, sehingga mereka dapat meniru keteladanannya. Allah berfirman: "Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu." (Al-Ahzab: 21). Sebaliknya, teladan yang baik dari Nabi tersebut, harus diikuti oleh manusia dalam perilaku sehari-hari. Allah berfirman: "Mereka itulah (para nabi) yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka." (Al-An'am: 90).

3.Menyeru mempercayai kehidupan akhirat. Para ahli dari beberapa agama berpendapat bahwa setelah kehidupan dunia nanti akan ada kehidupan lagi. Kehidupan sesudah mati tidak dapat digambarkan. Intinya, setiap manusia di akhirat nanti akan memperoleh kebahagiaan dan kesengsaraan yang abadi sesuai dengan amal perbuatannya selama di dunia. Allah berfirman: "Wahai golongan jin dan manusia! Bukankah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri, mereka menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?" (Al-An'am: 130). Atas dasar pemikiran tersebut, manusia hendaknya selalu ingat dan memprioritaskan kehidupan akhirat kelak, dengan cara mengisi kehidupan dunia sebaik mungkin, sebab kehidupan dunia hanya sementara, sedang kehidupan akhirat bersifat abadi. Berorientasi kehidupan akhirat tidak berarti meninggalkan kehidupan dunia, tetapi menjadikan dan mengisi kehidupan dunia dengan perbuatan-perbuatan baik. sebagai wahana untuk meraih kebahagiaan akhirat kelak. Allah berfirman: "Dan kehidupan dunia ini hanya senda-gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui." (A1-`Ankabut: 64).

4.Menyerukan bahwa manusia adalah sama derajatnya di hadapan Allah kecuali takwanya. Bangsa Arab sebelum Islam dipenuhi dengan semangat kesukuan yang kental, dan bahkan merendahkan derajat wanita. Wanita dianggap tidak berguna karena tidak bisa berperang mengangkat senjata, karena itu jika mereka mempunyai anak perempuan, cenderung untuk menguburnya hidup-hidup. Islam memandang semua manusia sama, yang membedakan adalah hanya pada derajat ketakwaannya. Allah berfirman:

يَـٰٓأَيُّہَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقۡنَـٰكُم مِّن ذَكَرٍ۬ وَأُنثَىٰ وَجَعَلۡنَـٰكُمۡ شُعُوبً۬ا وَقَبَآٮِٕلَ لِتَعَارَفُوٓاْ‌ۚ إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ۬

"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (Al-Hujurat: 13)
Presensi kehadiran


Sistem Peribadatan Bangsa Quraisy Sebelum Islam

Sistem Peribadatan Bangsa Quraisy Sebelum Islam

Ketika Islam lahir di Jazirah Arab, terdapat dua kerajaan besar masa itu, yaitu Persia dan Byzantium (Romawi). Kekaisaran Persia menganut agama Majusi, yang menyembah api dengan kitab suci Zend Avesta. Sedangkan kekaisaran Byzantium menganut agama Nasrani dengan kitab sucinya Injil. Bangsa Arab sendiri telah meninggalkan ajaran nabi Ibrahim as dan beralih menyembah berhala atau penganut agama wasani.



Menurut Hasan Ibrahim Hasan, Agama wasani dibawa oleh tokoh Arab bernama Amru ibn Luhay Al-Khuza'i. Ia membawa berhala atau patung dari Syam ke Ka'bah. Diceritakan bahwa Amru mengalami sakit keras, kemudian dia pergi ke Syam untuk berobat di pemandian yang sudah terkenal bisa menyembuhkan penyakit. Ketika sampai di Syam, dia mandi di tempat tersebut, dan sembuh. Di Syam, Amru melihat penduduknya menyembah berhala-berhala. Berhala-berhala tersebut kata penduduk setempat, dapat mendatangkan hujan, mengalahkan musuh, dan atas permintaan Amru, dia membawa berhala tersebut ke Mekah, kemudian meletakkannya di Ka'bah. Bukan hanya berhenti di situ, dia juga menyeru penduduk Mekah, Madinah dan Hijaz untuk menyembah berhala-berhala tersebut. Ajakan ini disambut baik oleh penduduk Mekah karena Amru dianggap sebagai tokoh yang dapat dipercaya.

Beberapa berhala yang disembah penduduk Arab sebelum Islam adalah berhala tertua dan terbesar Latta di Thaif, berhala Uzza di hijaz dan berhala Mana di Yasrib (Madinah). Berhala di lingkungan Ka'bah sendiri jumlahnya mencapai lebih dari 360 buah, sehingga memenuhi lingkungan Ka`bah. Banyaknya jumlah patung dan berhala tersebut karena setiap kabilah di Arab masing-masing memiliki berhala sendiri-sendiri sebagai sesembahan bagi mereka. Di samping beragama wasani, sebagian penduduk Arab juga beragama Yahudi, Nasrani dan Majusi.

Kebudayaan masyarakat Arab sebelum Islam sering disebut sebagai kebudayaan jahiliyah. Menurut sejarawan Ahmad Amin, jahiliyah mengandung arti sifat-sifat ringan tangan, keras, kaku dan berbangga diri pada sukunya. Kebalikan dari sifat-sifat itu adalah ketenangan jiwa, rendah hati, menyandarkan diri pada amal saleh dan bukan kepada keturunan. Kata jahiliyah berasal dari kata jahl, bukan dimaksudkan lawan dari ilm, melainkan lawan dari hilm. Sebab bangsa Arab sebelum Islam sudah mengenal beberapa cabang ilmu pengetahuan, terutama seni sastra. Julukan jahiliyah lebih disebabkan karena kondisi kemerosotan moral mereka. Sejarawan Hasan Ibrahim Hasan mengatakan, sejarah Arab sebelum Islam disebut jahiliyah karena dua faktor: Pertama, tidak ada satu kesatuan dalam bingkai satu negara dengan satu kepemimpinan yang kuat dan kokoh, mereka tidak mempunyai aturan, sehingga yang kuat bisa menindas yang lemah. Kedua, sebagian besar penduduknya buta huruf dan hanya sedikit sekali yang bisa membaca dan menulis.

Dalam kehidupan sosial, Arab jahiliyah terbiasa dengan perilaku menyimpang seperti, merampok, meminum minuman keras atau khamr, membunuh, berzina, sampai mengubur anak perempuan
hidup-hidup. Pada aspek kehidupan politik dan hukum, kehidupan mereka tidak ada persatuan antar beberapa suku, bahkan mereka terbiasa berperang antar suku karena hal-hal yang sepele seperti memperebutkan sumber air. Tidak ada hukum yang disepakati untuk ditaati bersama, karena itu siapa yang kuat dialah yang menang dan berkuasa. yang lemah pasti pada posisi tertindas. Masyarakat seperti ini disebut sebagai kanibal, yaitu masyarakat yang situasi kehidupan sosialnya melakukan segala cara untuk meraih tujuan. Pada aspek kehidupan ekonomi, bagi suku baduy pedalaman menyandarkan kehidupannya pada beternak unta dan biri-biri. Sedangkan masyarakat yang tinggal di perkotaan melakukan perdagangan.

Dari uraian tersebut, tentu kamu dapat menilai betapa beratnya perjuangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. di Mekah guna menyiarkan agama Islam, menyempurnakan akhlak masyarakat masa itu. Apakah di lingkungan kamu masih terdapat ciri-ciri masyarakat seperti digambarkan di atas, yaitu menyembah selain Allah dan mengalami kemerosotan moral? Langkah-langkah apa yang akan kamu lakukan jika ingin mengubah masyarakat ke kondisi yang lebih baik? Sejarah dakwah Nabi Muhammad saw. di Mekah berikut ini diharapkan bisa memberi teladan bagi kamu dalam menjalankan syiar Islam.


Letak Geografis Masyarakat Mekkah sebelum Islam

Letak Jazirah Arab dan Batas-batasnya

Jazirah Arab ialah sebuah tanah di semenanjung yang terletak di bagian barat daya Benua Asia. Tanah ini terkenal dengan nama Jazirah Arab. Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau. Jazirah Arab berarti Pulau Arab. Oleh bangsa Arab, tanah air mereka disebut Jazirah, walaupun masih berarti dengan daratan Benua Asia. Jazirah Arab hanya dibatasi oleh tiga jurusan laut, yaitu Lautan Merah, Lautan Hindia, Lautan Oman, dan Selat Pe

Kondisi Sosial

Pembahasan kondisi sosial bangsa Arab sebelum Islam adalah tentang kebudayaan jahiliah, pusat perdagangan, dan pusat peradaban.

1. Masyarakat Jahiliah

Kehidupan bangsa Arab saat itu terkenal dengan sebutan jahiliah. Secara makna kata, jahiliah artinya kebodohan. Namun, secara makna Al-Qur’an, jahiliah adalah sebagai bentuk penyebutan bagi siapa saja yang tidak mengetahui hakikat Tuhan atau tidak mau mengikuti apa yang diturunkan Allah. Dengan demikian, jahiliah berlaku bagi siapa pun yang tidak mau mengikuti aturan Allah, baik itu bangsa Arab maupun nonArab.

Perilaku jahiliah tidak terbatas pada menyembah patung, menguburkan anak perempuan hidup-hidup, minum arak/khamar, berjudi, atau merampok yang saat itu terjadi di tengah-tengah masyarakat Arab. Lebih dari itu, jahiliah adalah semua keyakinan dan perilaku menolak mengikuti petunjuk dan konsep Allah.

Ada tiga kelompok masyarakat jahiliah. Pertama, masyarakat pagan yang nomaden (berpindah-pindah). Mereka adalah kelompok yang kaya dan mempunyai tradisi yang sangat beragam. Tradisi mereka yang nomaden masih memberikan ruang untuk mencari agama yang memberikan solusi terhadap kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Kedua, masyarakat pagan yang menetap. Mereka lebih religius jika dibandingkan dengan masyarakat pagan yang nomaden. Dari segi keyakinan, mereka dikenal sebagai penyembah berhala. Ketiga, mereka yang meyakini adanya tuhan, tetapi mereka tidak menafikan keberadaan kelompok lain.

Mereka hidup dalam budaya kesukuan, baik masyarakat yang tidak menetap maupun yang menetap. Beberapa keluarga hidup bersama dengan membentuk suatu kabilah. dari beberapa kelompok kabilah, mereka membentuk sebuah suku yang dipimpin oleh seorang syeikh. Mereka sangat menekankan hubungan kesukuan sehingga kesetiaan dan solidaritas kelompok menjadi sumber kekuatan bagi suatu kabilah atau suku.

2. Pusat Perdagangan

Sejak dahulu kala, masyarakat Arab terkenal dengan budaya perdagangan mereka. Sumber ekonomi utama yang menjadi penghasilan bangsa Arab adalah dari perdagangan, sebagaimana yang disebutkan Al-Qur’an dalam Surah Quraisy.

Berkaitan dengan hal itu, ada tiga alasan yang menyebabkan Mekah menjadi salah satu pusat perdagangan. Pertama, Ka’bah sebagai tempat suci yang membuat setiap orang terkesan untuk mengunjunginya. Kedua, adanya sumber mata air, yaitu air zamzam. Sebagaimana kita ketahui bersama, daerah Arab (Timur Tengah) merupakan daerah yang tandus sehingga sulit mendapatkan air. Keberadaan sumber air zamzam dengan nilai sejarahnya yang sangat luar biasa menjadi pemikat banyak orang untuk mendatanginya. Ketiga, Mekah adalah tempat yang menjamin keamanan dan kenyamanan. Mereka yang datang ke Mekah dilarang untuk menumpahkan darah sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap Ka’bah.

3. Pusat Peradaban

Kultur yang berkembang pada masyarakat Arab pada umumnya adalah kultur klenik yang dikenal dengan ilmu pengetahuan dan filsafatnya. Bahasa merupakan hal yang penting dalam pembentukan kebudayaan orang-orang Mekah pra-Islam. Dengan bahasa, mereka mampu menjalin kerja sama dengan masyarakat Arab lainnya di luar Mekah.

Selain itu, syair merupakan salah satu kekuatan tersendiri sebagai cara untuk mengekspresikan perasaan mereka. Para penyair dianggap sebagai salah satu kelompok yang menyuarakan perasaan. Salah satu karya sastra pra-Islam yang sangat populer adalah al-Mu’allaqat karya Abu Tamam.

Agama Bangsa Arab Pada Zaman Jahiliah

Ajaran tauhid hidup di Jazirah Arab berabad-abad lamanya sampai zaman pemerintahan Raja Zabur Dzil Akhthab di Persia. Ketika itu, Mekah dikuasai suku Khuza’ah.

Orang yang pertama kali menyembah berhala di Mekah adalah salah seorang pemimpin suku Khuza’ah yang bernama Amr bin Luhai. Dia meletakkan berhala besar yang bernama Hubal di tengah Ka’bah. Ia membawa berhala itu dari Kota Balqa, Syam. Awalnya, Amr tertarik dengan kebiasaan masyarakat di sana. Mereka memuja patung-patung sehingga meminta sebuah patung untuk dibawa ke Mekah. Di samping Hubal, masih ada lagi patung berbentuk manusia yang dipuja masyarakat Arab, yaitu Isaf dan Nailah. Amr mengajak penduduk Mekah untuk menghormati, menyembah, dan berdoa kepada berhala-berhala itu.



Simak lebih lanjut di Brainly.co.id - https://brainly.co.id/tugas/16628233#readmore

Hubungan Ahlussunnah wal jamaah dan Nahdlatul Ulama


HUBUNGAN AHLUSSUNNAH WAL JAMAAH DAN NAHDLATUL ULAMA


Hubungan Nahdlatul Ulama’ dan Ahlusunah Waljamaah sangat erat dan tidak dapat dipisahkan sebab latar belakang didirikannya NU merupakan usaha untuk mempertahankan ajaran Ahlusunah Waljamaah dari pengaruh dan usaha aliran/pikiran lain yang ingin menghilangkan ajaran Ahlusunah Waljamaah.

Disamping itu ajaran NU baik dalam bidang akidah, syari’ah maupun akhlak didasarkan pada pelajaran  dari ulama’ Ahlusunah Waljamaah.maka tidak salah ketika Nahdlatul Ulama’ juga disebut sebagai organisasi Ahlusunah Waljamaah.



Nahdlatul Ulama’ (NU) yang lahir pada tanggal 13 Januari 1962, adalah organisasi sosial keagamaan yang didirikan oleh para ulama’ Sunni Indonesia. Ciri-ciri NU yang mudah dikenali oleh masyarakat adalah santun dalam bermasyarakat, santun dalam menghadapi perbedaan  dan santun dalam mengamalkan kegiatan keagamaan.  Berbeda dengan organisasi keagamaan lain, NU tidak mudah menuduh orang lain sebagai ahli bid’ah, syirik, khurafat dan lain-lain. NU juga tidak mengajarakan tindak kekersan, memeaksakan kehendak dan perilaku-perilaku radikal lainnya dalam berdakwah, karena NU sejalan dengan missi didalam Islam yakni Rahmatan Lil ‘Alamin (rahmat bagi seluruh alam).


Paham Ahlusunnha Wal Jamaah yang dipraktikkan dalam NU mencakup aspek  aqidah, syari’ah dan akhlak adalah. Dalam bidang Aqidah, NU didasarkan pada pikiran Imam Abu Hasan Al-Asy’ari nama lengkapnya adalah Abu Al-Hasan Ali ibn Ismaʻel al-Ashʻari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari , lahir di Bashrah tahun 260 H/873 M. dan wafat di Bagdag pada tahun 324 H/935. dan Abu Mansur Al-Ma’turidi atau lengkapnya Abu Mansur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud Al-Maturidi As-Samarqandi

Pengertian dan munculnya Istilah Ahlussunnah wal Jamaah

Secara etimologi Ahlussunnah Waljamaah terdiri atas tiga kata yaitu:
1. Ahlun, ahalun (bentuk jamak) artinya keluarga atau orang yang mempunyi atau yang menguasai. Misalnya اهل البيت artinya keluarga atau kaum kerabat. Dan اهل الامر artinya yang mempunyai urusan atau penguasa.
2. Assunnah (السنة) artinya apa saja yang datang dari Rasulullah SAW meliputi sabda (aqwal), perbuatan (af'al) maupun ketetapan (taqrir).
3. Aljama'ah (الجمعة) artinya kumpulan atau kelompok. Maksudnya ialah sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW, terutama khulafaurrasyidin, assawadul a'dham (golongan mayoritas umat islam) atau jama'atul mujtahidin (golongan mujtahid).

     Sedangkan secara terminologi ialah kaum atau orang-orang yang menganut ajaran islam yang murni sebagaimana yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.

     Ajaran nabi dan para sahabat tersebut pada dasarnya secara sempurna telah termaktub dalam Alquran dan Sunnah Rasul. Hanya saja ajaran tersebut belum tersusun secara rapi dan teratur. Ajaran tersebut kemudian dikumpulkan dan dirumuskan dengan rapi oleh ulama besar, Syekh Abu Hasan Al-Asyari (lahir di Bashrah tahun 260 H dan wafat di Bashrah tahun 324 H dalam usia 64 tahun).

     Ahlussunnah Waljamaah sering juga disebut "Kaum Asyariyah", merujuk kepada Imam Abu Hasan Al-Asyari. Salah seorang murid beliau yang terkenal bernama Abu Mansur Al-Maturidi (lahir di Maturidi, Samarkand tahun 268 H dan wafat tahun 303 H/944 M). Ia adalah seorang ulama besar yang mempunyai i'tikad sama dengan yang diajarkan oleh Al-Asyari. Pahamnya disebut Maturidiyah. Itulah sebabnya Muhammad bin Muhammad bin Al-Husaini Az-Zabidi dalam kitab Ithafussadah Almuttaqin (syarah kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali) mengatakan:
 إذَااُطْلقَ اَهْلُ السُّنََّة وَالْجَمَاعَة فَا لْمُرَا دُبه الْاَشَاعرَةُ وَالْمَاتُرديَّةُ
Artinya: "Apabila disebut ahlussunnah waljamaah, maka maksudnya adalah orang-orang yang mengikuti paham Al-Asyari dan Al-Maturidi".

     Selain itu, dalam kitab-kitab ushuluddin sering dijumpai pula kata "Sunni". Kata ini merupakan kependekan dari kata ahlussunnah waljamaah, dan orang-orangnya disebut "Sunniyun".

     Menurut KH. Ahmad Shiddiq, ahlussunnah waljamaah adalah golongan yang setia pada ahlussunnah waljamaah, yaitu ajaran islam yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah SAW bersama para sahabatnya pada masa nabi Muhammad masih hidup serta apa saja yang dipraktikkan para sahabat sepeninggalnya, khususnya khulafaurrasyidin.

     Rujukan utama untuk mengetahui pengertian ahlussunnah waljamaah adalah hadis Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani:
وَالَّذى نَفْسُ مُحَمَّد بيَده لَتَفْتَرقُ اُمَّتى عَلَى ثَلاَث وَ سَبْعينَ فرْقَة فَوَاحدَةٌ فى الْجَنَّة وَثنْتَان وَسَبْعُوْنَ فى النَّار قيلَ : مَنْهُمْ يَا رَسُوْلَ الله قَالَ اَهْلُ السُّنَّة وَالْجَمَاعَة . رواه الطبرانى
Artinya: "Demi Tuhan yang menguasai jiwa Muhammad, sungguh umatku nanti akan pecah menjadi 73 kelompok. Satu kelompok masuk surga dan 72 kelompok lainnya lagi masuk neraka. Sahabat bertanya kepada Nabi. Siapakah mereka yang masuk surga itu, wahai Rasulullah? Nabi menjawab: Mereka itu adalah Ahlussunnah Waljamaah".

     Kedudukan sahabat Nabi Muhammad memang penting sebagai acuan pemahaman dan pengenalan ajaran islam. Rasulullah sendiri telah menandaskan hal tersebut dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad, Ibnu Hibban, dan al-Hakim, yang artinya:
"Maka sesungguhnya siapa yang hidup (lama) di antara ilmu, niscaya akan melihat perselisihan (paham) yang banyak, maka peganglah sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah dengan gerahammu".

     Sedemikian tinggi dan pentingnya kedudukan sahabat sampai Nabi Muhammad dalam sebuah hadis pernah mengatakan:
اَصْحَابى كَاالنُّجُوْم باَيّهمُ اقْتَدَيتُمْ اهْتَدَيتُمْ
Artinya: "Para sahabatku adalah ibarat bintang-bintang, dengan siapapun di antara kamu sekalian maka kamu akan memperoleh petunjuk".

     Sebagai suatu ajaran, ahlussunnah waljamaah sudah ada jauh sebelum dia tumbuh sebagai aliran dan gerakan. Bahkan istilah ahlussunnah itu sudah dipakai sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Sebab hakikat ahlussunnah waljamaah sebenarnya adalah islam itu sendiri.

     Hanya saja istilah itu belum dipakai sebagai nama aliran atau gerakan kelompok tertentu. Yang mendorong lahirnya ahlussunnah waljamaah sebagai aliran dan gerakan dalam islam adalah keberadaan aliran lain yang telah ada sebelumnya, terutama aliran dan gerakan Muktazilah pada zaman Abbasiyah, khususnya pada zaman Al-Makmun (198-218 H / 813-833 M), Al-Muktashim (218-228 H / 833-842 M) dan Al-Watsiq (228-233 H / 842-847 M) yang menjadikan Muktazilah sebagai madzhab resmi negara yang dilindungi oleh pemerintah.

     Dalam penyebaran paham Muktazilah itu, terjadi suatu peristiwa yang membuat lembaran hitam dalam sejarah umat islam dan khususnya Muktazilah sendiri. Khalifah Al-Makmun dalam upayanya menanamkan pengaruh Muktazilah, melakukan pemaksaan kepada seluruh jajaran pemerintahnya, bahkan juga kepada seluruh masyarakat islam. Dalam menyebarkan paham Muktazilah banyak ulama panutan masyarakat menjadi korban penganiayaan. Misalnya Imam Hambali (Ahmad bin Hambal), Muhammad bin Nuh, dan lain-lain yang tidak mau mengubah pendiriannya untuk mengatakan bahwa "alquran itu adalah makhluk" (seperti yang diyakini Muktazilah).

        Ketegaran dan ketegasan mereka dalam mempetahankan akidah ahlussunnah waljamaah serta adanya keresahan kaum muslimin yang saat itu sudah bosan menghadapi perbedaan dan beragam pertentangan yang dibuat Muktazilah menimbulkan simpati luas dari masyarakat. Lebih dari itu, rasa kebencian kaum muslimin dan antipati terhadap pemerintah Muktazilah dan kekuasaan yang mendukungnya memuncak ketika peristiwa "Mihnatul Quran" (fitnah bahwa alquran adalah makhluk).

   Ketika Al-Mutawakkil (233-247 H / 874-861 M) menjadi khalifah Abbasiyah menggantikan Al-Watsiq, dia melihat bahwa posisinya sebagai khalifah perlu mendapatkan dukungan mayoritas masyarakat. Sementara itu kelompok mayoritas islam setelah kasus Mihnah (ujian akidah) adalah pengikut Imam Ahmad bin Hambal. Sehingga pada tahun 856 M, khalifah Al-Mutawakkil membatalkan aliran Muktazilah sebagai madzhab resmi negara dan pemerintah.

     Di samping itu bagi masyarakat awam, sebenarnya sulit menerima doktrin Muktazilah yang rasional-filosofis. Mereka lebih menyukai ajaran-ajaran yang sifatnya sederhana yang sejalan dengan sunnah Nabi Muhammad SAW dan tradisi para sahabatnya. Dalam keadaan ini, muncullah tokoh ulama islam yaitu Abu Hasan Al-Asyari dengan ajaran-ajaran akidah ahlussunnah waljamaah. Dimana dia berusaha mengakomodasi aspirasi masyarakat sesuai tingkat pemikiran dengan tetap menjaga kemurnian ajaran islam yang sesuai dengan sunnah Nabi serta tradisi para sahabatnya. Doktrin teologi Asyari ini kemudian dikembangkan terus menerus oleh murid-murid dan ulama pengikutnya, seperti: Abu Hasan Al-Bahili, Muhammad Al-Baqillani, Abdul Maali Al-Juwaini (Imam Haromain), Abu Hamid Al-Ghazali, Muhammad bin Yusuf As-Sanusi, dan lain-lain. Dan di Samarkand, muncul tokoh ahlussunnah waljamaah yang lain, yaitu Abu Mansur Al-Maturidi yang ajaran teologinya dikenal dengan Al-Maturidiyah. Di Bukhara aliran Maturidiyah dikembangkan oleh Ali Muhammad Al-Bazdawi

STRATEGI PEMASYARAKATAN MABADI KHOIRO UMMAH

STRATEGI PEMASYARAKATAN MABADI KHOIRO UMMAH
Sebagai nilai-nilai universal, butir-butir mabadi’ khoir ummah memang dapat menjadi jawaban langsung bagi problem-problem sosial yang dihadapi oleh masyarakat, tetapi sosialisasi nilai-nilai tersebut harus dimulai dari diri sendiri. Dalam hal ini dimulai dari warga NU sendiri.
Mabadi’ Khoiro Ummah merupakan jalan panjang bagi terwujudnya obsesi warga Nahdliyin untuk menjadi umat terbaik (Khoiro ummah) yang dapat berperan positif di tengah masyarakat.
Dalam tataran implementasi mabadi’ Khoiro Ummah sangat berkaitan dengan konsep Amar Ma’ruf Nahi Munkar  sebagaimana firman Allah dala Al Qur’an surat Al’A’raf ayat 157. Lebih jauh dikatakan bahwa konsep Amar Ma’ruf nahi Munkar merupakan instrumen gerakan NU sekaligus barometer keberhasilan mabadi khoiro ummah sebagai sebuah karakter kaum nahdliyin.
Aktualisasi doktrin di atas tentu memerlukan pemahaman dan perhitungan yang cermat, mengingat doktrin tersebut sangat berkaitan dengan realitas sosial, maksudnya setiap umat Islam mempunyai kewajiban moral untuk melakukan aktifitas yang dapat memberikan implikasi positif bagi manusia di sekitarnya.
Dari intraksi individu (ukhuwah Islamiyah) akan tercipta interaksi sosial (ukhuwah insaniyah) dalam bingkai menuju cita-cita masyarakat madani (ukhuwah wathoniyah)
NU berpendapat bahwa implementasi Amar Ma’ruf (mendorong untuk berbuat baik) harus lebih diutamakan sampai terciptanya tatanan kehidupan manusia yang beradab. Langkah berikutnya adalah nahi munkar (melarang berbuat kemungkaran). NU juga meyakini bahwa upaya pembentukan Khoiro Ummah tetap mengacu kepada kaidah :
من كان امره معروفا فليكن بالمفروف
Artinya :  Siapa yang memerintah kebaikan, haruslah dengan cara yang baik pula


Tujuan Mabadi Khoiru Ummah

Tujuan dan Isi Mabadi’ Khaira Ummah
Gerakan Mabadi’ Khaira Ummah yang pertama diarahkan kepada penggalangan warga untuk mendukung program pembangunan ekonomi NU. Program ini menjadi perhatian serius saat ini, sebagaimana hasil keputusan Muktamar NU ke 28 di Yogyakarta tahun 1989 yang mengamanatkan kepada PBNU agar menangani masalah sosial dan ekonomi secara bersungguh-sungguh.
Prinsi-prinsip dasar yang terkandung dalam Mabadi’ Khaira Ummah tersebut amat relevan dengan dimensi personal dalam pembinaan manajemen organisasi, baik organisasi usaha (bisnis) maupun organisasi sosial lainnya.

Prinsi-prinsip Mabadi’ Khaira Ummah
Pada Musyawarah Nasional Alim Ulama di Lampung tahun 1992, gerakan Mabadi’ Khaira Ummah kembali dimunculkan ke permukaan dan bahkan lebih dikembangkan lagi. Mabadi’ Khaira Ummah yang pada asalnya hanya terdiri atas tiga prinsip, yaitu Assidqu, Alamanah/Al wafa bil ahdi dan atta’awun sebagaimana yang dirumuskan oleh KH. Mahfudz Shidiq selaku ketua PBNU pada tahun 1935. Kemudian dalam Munas Alim Ulama dan Konbes NU di Bandar Lampung tahun 1992, tiga prinsip tersebut ditambah dua poin lagi yakni Al’adalah dan Al istiqomah. Sehingga menjadi lima prinsip dan disebut juga sebagai “ Mabadiul Khomsah “.
Dasar pemikiran adanya penambahan tersebut adalah perbedaan tantangan situasional yang berbeda antara tahun 1935 dan tahun-tahun mendatang, selain itu juga adanya perbedaan sasaran yang ingin dicapai. Sasaran pada waktu itu hanya pembentukan jati diri dan watak warga NU, sedangkan sekarang ini diharapkan sebagai modal dasar bagi pembentukan tata kehidupan baru yang lebih baik.

Gerakan Politik NU Setelah Khittah

Gerakan Politik NU setelah Khittah
Nahdlatul Ulama (NU) berdiri tahun 1926 adalah sebagai organisasi kemasyarakatan atau jam’iyah, bukan  partai politik, bukan institusi politik, tapi tak bisa dipungkiri dan dihindarai bahwa sejak kelahirannya NU telah bersinggungan dengan ruang politik.
Pada tahun 1940-1943 NU masuk MIAI yang kemudian menjadi Masyumi. Masyumi dibentuk dimaksudkan untuk menciptakan kekuatan besar bagi umat Islam. Tahun 1945 Raisul Akbar Hadrotussyaikh KH Hasyim As’ary mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk menghadapi tentara nicca belanda. Dan pada tahun-tahun berikutnya NU juga tidak tinggal diam menghadapi PKI.
Ada satu hal yang perlu dicatat bahwa, kelahiran NU itu sendiri sebagai respon atas munculnya Islam wahabisme atau Islam reformis yang menyatakan dirinya sebagai kaum pambaharu Islam. Melihat sisi historis demikian maka boleh dikatakan  semenjak kelahirannya NU telah berpolitik, barulah pada tahun 1952 Muktamar NU ke 19 di palembang, NU resmi menyatakan diri sebagai partai politik setelah keluar dari Masyumi.
Dari pemilu 1955 sampai pemilu 1971 NU berhasil meraih suara cukup menggembirakan, NU benar-benar bermain di arena politik, NU punya banyak wakil di DPR, para ulama  sepuh NU juga masih banyak. Sampai disini NU masih berjaya. Barulah pada tahun 1973 NU mulai melewati masa awal perpecahan. Semua partai Islam termasuk NU harus fusi dalam satu partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan(PPP).  PPP tak ubahnya seperti Masyumi dulu, perselisihan antar kelompok dalam tubuh PPP terus terjadi tak kunjung usai. Kasus yang terjadi di PPP serupa dengan yang terjadi di Masyumi – NU selalu dimarjinalkan.
NU  dalam posisi rumit, membuat partai tidak bisa, memperbaiki PPP juga suatu hal yang sangat sulit karena PPP dan PDI saat itu merupakan boneka orde baru.  Disinilah titik awal dimulainya perpecahan warga NU, dimana pemerintah Orba salah satu faktor utama dalam penghancuran NU. NU selanjutnya hanya berpolitik secara moral yang sulit dipertanggungjawabkan hasilnya. NU kemudian hanya menitipkan para kadernya di PPP, sedang NU sendiri hanya bisa bermain diluar arena.
Pola dukung mendukung oleh NU mulai dijalankan. NU terkadang bermetamorfosa dari hijau menjadi merah ketika Gus Dur mendekati Mega yang waktu itu kita kenal dengan istilah Mega-Gus Dur untuk menandingi PDI Suryadi. Atau terkadang NU berubah wujud dari hijau ke kuning ketika Gus Dur mengajak warganya untuk mengikuti Istighotsah NU-Golkar di berbagai daerah beberapa tahun silam sebelum reformasi.
Setelah reformasi bergulir, sepertinya ada harapan besar bagi NU untukmengembalikan kejayaan NU dimasa silam. Walaupun demikian masih terlalu berat jika NU menjelma menjadi partai. NU akhirnya mendirikan PKB dimana PKB diharapkan menjadi satu-satunya partai NU yang berakses ke PBNU. NU sendiri bukanlah partai tapi NU punya sayap politik yaitu PKB. Betapa hebat respon masyarakat terhadap lahirnya PKB, Ini wajar saja karena warga NU benar-benar haus dengan partai NU setelah 32 tahun NU dipinggirkan.
Namun tampaknya harapan hanya tinggal harapan, PKB yang diharapkan menjadi sayap politik NU justru berjalan sendiri bahkan senantiasa berseberangan dengan NU struktural. Antara PKB dan NU mulai ada tanda-tanda kurang serasi, PKB memecat ketuanya yaitu Matori Abdul jalil yang sebenarnya NU tidak menghendaki. Ketidakserasian NU-PKB ini diperuncing lagi ketika NU mencalonkan Hasyim Muzadi menjadi cawapres Mega. Dengan susah payah NU menggerakkan warganya dari tingkat PW-PC-MWC bahkan sampai ketingkat ranting untuk mengegolkan jagonya yaitu Hasyim Muzadi menjadi Cawapres, tapi PKB saat itu justru mendukung Wiranto-Wahid dari Golkar, diteruskan pada  pilpres putaran kedua PKB mendukung SBY-JK. Cukup sudah PKB menyodok NU saat itu.  Mulai dari itu PKB dianggap bukan lagi partai sayap politik NU karena PKB  terlalu jauh meninggalkan NU.
Carut-marut perpolitikan NU saat ini sudah sangat rumit. Musuh sudah memakai senjata api kita masih berebut senjata bambu. Sederet pertanyaan inilah yang mungkin akan terjawab dalam muktamar NU mendatang.

  Gerakan Kultur NU
Meskipun paska khittah 1926 NU mengkonsentrasikan kembali perjuangannya pada wilayah sosio-kultural, namun mungkinkah NU benar-benar seratus persen netral dari persoalan politik? Jelas tidak. Netralitas NU dari politik itu sendiri, menurut KH Abdurrahman Wahid tidak berarti meninggalkan segala peran politik. Jumlah anggotanya yang besar merupakan kekuatan dan kapital politik yang sangat potensial, terutama saat mendekati momen pemilu. Sehingga meski sudah memutuskan khittah dan kembali pada kerja kultural, NU tak mungkin bisa seratus persen menghindar dari politik.
Namun yang perlu ditegaskan di sini adalah peran politik yang dimainkan oleh NU bukan lagi politik praktis yang berorientasi pada kekuasaan. Pola politik semacam ini lebih bersifat formalistik dan struktural. Sebaliknya dalam dimensi semangat khittah, yang lebih diprioritaskan oleh NU adalah gerakan politik kultural. Konsep inilah yang menjadi batu loncatan dan terobosan baru bagi NU untuk memajukan dan memberdayakan masyarkat. Sebab, orientasi kerjanya bukan lagi memperdebatkan soal kursi kekuasaan maupun jabatan di berbagai lembaga pemerintahan, melainkan lebih concern pada perumusan langkah dan strategi pemberdayaan masyarakat bawah yang sebesar-besarnya. Inilah yang pernah diserukan oleh mantan Rais Aam PBNU-1984, KH. Achmad Siddiq bahwa orang NU lebih baik bekerja untuk memajukan masyarakat dan bukannya berusaha mendapatkan kekuasaan.
Secara substansial, gerakan politik kultural NU ini masih lemah, masih belum mengakar kuat sehingga benar-benar mampu mengangkat warganya dari segala macam krisis. Pada level praksis-operasional, komitmen dan spirit politik kultral NU itu belum berhasil ditransformasikan sebagai sebuah sistem gerakan yang simultan untuk menyelesaikan problem-problem riel di masyarakat. Sehingga seolah nampak bahwa orientasi politik NU ini hingga sekarang masih lebih menjadi wacana sosial-keagamaan, daripada menjadi perangkat kerja konkrit. Terbukti warga NU masih banyak yang terjerat oleh persoalan kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Faktor utama yang menyebabkan politik kultural NU tersebut mandul dan lemah sebagai media gerakan transformasi sosial adalah karena rendahnya mentalitas dan moralitas para oknum yang ada di struktur NU.Oleh para pengurusnya, NU masih sering dimanfaatkan sebagai alat untuk menjalin akses ekonomi dan politik pribadi. Hal ini terbukti dengan masih dimanfaatkannya lembaga NU untuk mendukung calon tertentu dalam pemilu maupun pilkada di berbagai daerah daripada sebagai alat kontrol kekuasaan.Hal ini menjadikan agenda-agenda sosio-kultural dan keagamaan, yang merupakan bagian dari gerakan politik kultural NU, tidak berjalan Sebab, NU hanya menjadi sarang manusia-manusia oportunistik. Manusia macam ini, hanya memanfaatkan NU untuk mencari penghidupan pribadi tetapi tidak bersedia berkorban untuk kehidupan NU. Budaya oportunistik yang sering menghinggapi hati dan pikiran para pengurus NU tersebut, merupakan batu sandungan utama yang menyebabkan politik kultural NU belum bisa diimplementasikan secara optimal. Gerakan politik kultural NU bukannya semakin bangkit, tetapi semakin melemah, karena kekuatan NU digerogoti oleh budaya oportunistik yang menguasai struktur NU.

Jumat, 24 Juli 2020

Rumusan Khittah Nahdliyah

  Bentuk-BentukRumusan Khittah NU dalam Muktamar ke-27
1.         Dasar-dasar Pemikiran NU
Nahdlatul Ulama mendasarkan paham keagamaannya kepada sumber Islam Al Qur’an, Assunnah, Al Ijma’ dan Al Qiyas. Dalam memahami, menafsirkan Islam, mengikuti Ahlussunnah Wal Jama’ah dan menggunakan pendekatan madzhab
NU mengikuti pendirian, bahwa Islam adalah agama yang fitri yang bersifat menyempurnakan kebaikan yang dimiliki oleh manusia.

2.         Sikap Kemasyarakatan NU
Dasar dasar pendirian keagamaan NU menumbuhkan sikap kemasyarakatan sebagai berikut:
a.         Sikap tawasuth dan I’tidal berintikan kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi keharusan berlaku adil dan lurus di tengah tengah kehidupan bersama. NU dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi kelompok panutan yang bersikap dan bertindak lurus dan selalu bersifat membangun serta menghindari segala bentuk pendekatan yang bersifat tatharruf (ekstrim).
b.        Sikap tasamuh sikap toleran terhadap perbedaan pandangan, baik dalam masalah keagamaan, terutama yang bersifat furu’ atau yang menjadi masalah khilafiyah serta dalam masalah kemasyarakatan dan kebudayaan.
c.         Sikap tawazun sikap seimbang dan berkhidmah, menyerasikan khidmah kepada ALLAH SWT khidmah kepada sesama manusia serta lingkungan hidupnya. Menyelaraskan kepentingan masa lalu dan masa kini serta masa yang akan datang
d.        Sikap amar ma’ruf nahi munkar. Selalu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan yang baik berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama serta menolak dan mencegah semua hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai nilai kehidupan.
3.         Perilaku yang dibentuk oleh dasar keagamaan dan sikap kemasyarakatan NU
a.         Menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma ajaran Islam
b.        Mendahulukan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi
c.         Menjunjung tinggi sifat keikhlasan, berkhidmah dan berjuang
d.        Menunjung tinggi persaudaraan (Al-Ukhuwah, persatuan (Al-Itihad) serta kasih mengasihi
e.         Meluhurkan kemuliaan moral (Al Akhlakul karimah), dan menjunjung tinggi kejujuran (Ash-shidqu) dalam berfikir, bersikap dan bertindak
f.          Menjunjung tinggi kesetiaan (loyalotas) kepada agama, bangsa dan negara
g.        Menjunjung tinggi nilai amal, kerja dan prestasi sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT
h.        Menjunjung tinggi ilmu-ilu serta ahli-ahlinya
i.          Selalu siap untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang membawa kemaslahatan manusia
j.          Menjunjung tinggi kepeloporan dalam usaha, memacu dan mempercepat perkembangan masyarakat
k.        Menjunjung tinggi kebersamaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara
3.         Ikhtiar-ikhtiar yang dilakukan NU :
a.         Peningkatan silaturahmi/komunikasi antar ulama
b.        Peningkatan kegiatan di bidang keilmuan/pengkajian/pendidikan
c.         Peningkatan kegiatan penyiaran Islam, pembangunan sarana-sarana dan pelayanan sosial
d.        Peningkatan taraf dan kualitas hidup masyarakat melalui kegiatan yang terarah
4.         Fungsi organisasi dan kepemimpinan ulama di NU yaitu sebagai alat untuk melakukan koordinasi bagi terciptanya tujuan-tujuan yang telah ditentukan baik tujuan yang bersifat keagamaan maupun kemasyarakatan.
5.         NU dan kehidupan berbangsa
NU secara sadar mengambil posisi aktif dalam proses perjuangan mencapai dan mempertahankan kemerdekaan, serta mewujudkan pembangunan menuju masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang diridhoi oleh Allah SWT.

Runtuhnya Dinasti Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Sistem p...