Rabu, 20 Januari 2021

Pemerintahan Abu Bakar As Shiddiq

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah (pengganti Nabi) sebagaimana dijelaskan pada peristiwa Tsaqifah Bani Sa’idah, merupakan bukti bahwa Abu Bakar menjadi Khalifah bukan atas kehendaknya sendiri, tetapi hasil dari musyawarah mufakat umat Islam. Dengan terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah, maka mulailah beliau menjalankan kekhalifahannya, baik sebagai pemimpin umat maupun sebagai pemimpin pemerintahan. Adapun sistem politik Islam pada masa Abu Bakar bersifat “sentral”, jadi kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat ditangan Khalifah, meskipun demikian dalam memutuskan suatu masalah, Abu Bakar selalu mengajak para sahabat untuk bermusyawarah. Sedang kebijaksanaan politik yang diilakukan Abu Bakar dalam mengemban
kekhalifahannya yaitu:
1. Mengirim pasukan dibawah pimpinan Usamah bin Zaid, untuk memerangi kaum Romawi sebagai realisasi dari rencana Rasulullah, ketika beliau masih hidup. Sebenarnya dikalangan sahabat termasuk Umar bin Khatab banyak yang tidak setuju dengan kebijaksanaan Khalifah ini. Alasan mereka, karena dalam negeri sendiri pada saat itu timbul gejala kemunafikan dan kemurtadan yang merambah untuk
menghancurkan Islam dari dalam. Tetapi Abu Bakar tetap mengirim pasukan Usamah untuk menyerbu Romawi, sebab menurutnya hal itu merupakan perintah Nabi SAW. Pengiriman pasukan Usamah ke Romawi di bumi Syam pada saat itu merupakan
langkah politik yang sangat strategis dan membawa dampak positif bagi pemerintahan Islam, yaitu meskipun negara Islam dalam keadaan tegang akan tetapi muncul interprestasi dipihak lawan, bahwa kekuatan Islam cukup tangguh. Sehingga para
pemberontak menjadi gentar, disamping itu juga dapat mengalihkan perhatian umat Islam dari perselisihan yang bersifat intern (Said bin al Qathani, 1994:166-167).
2. Timbulnya kemunafikan dan kemurtadan. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka segala perjanjian dengan Nabi menjadi terputus. Adapun orang murtad pada waktu itu ada dua yaitu :
a. Mereka yang mengaku nabi dan pengikutnya, termasuk di dalamnya orang yang
meninggalkan sholat, zakat dan kembali melakukan kebiasaan jahiliyah.
b. Mereka membedakan antara sholat dan zakat, tidak mau mengakui kewajiban zakat dan mengeluarkannya.
Dalam menghadapi kemunafikan dan kemurtadan ini, Abu Bakar tetap pada prinsipnya yaitu memerangi mereka sampai tuntas.
3. Mengembangkan wilayah Islam keluar Arab. Ini ditujukan ke Syiria dan Persia. Untuk perluasan Islam ke Syiria yang dikuasai Romawi (Kaisar Heraklius), Abu Bakar menugaskan 4 panglima perang yaitu Yazid bin Abu Sufyan ditempatkan di Damaskus, Abu Ubaidah di Homs, Amir bin Ash di Palestina dan Surahbil bin Hasanah di Yordan. Usaha tersebut diperkuat oleh kedatangan Khalid bin Walid dan pasukannya serta Mutsannah bin Haritsah, yang sebelumnya Khalid telah berhasil mengadakan perluasan ke beberapa daerah di Irak dan Persia (Misbach dkk., 1994:9). Dalam peperangan melawan
Persia disebut sebagai “pertempuran berantai”. Hal ini karena perlawanan dari Persia yang beruntun dan membawa banyak korban. Adapun kebijakan di bidang pemerintahan yang dilakukan oleh Abu Bakar adalah:
1. Pemerintahan Berdasarkan Musyawarah
Apabila terjadi suatu perkara, Abu Bakar selalu mencari hukumnya dalam kitab Allah. Jika beliau tidak memperolehnya maka beliau mempelajari bagaimana Rasul bertindak dalam suatu perkara. Dan jika tidak ditemukannya apa yang dicari, beliaupun mengumpulkan tokoh-tokoh yang terbaik dan mengajak mereka bermusyawarah. Apapun
yang diputuskan mereka setelah pembahasan, diskusi, dan penelitian, beliaupun menjadikannya sebagai suatu keputusan dan suatu peraturan.
2. Amanat Baitul Mal
Para sahabat Nabi beranggapan bahwa Baitul Mal adalah amanat Allah dan masyarakat kaum muslimin. Karena itu mereka tidak mengizinkan pemasukan sesuatu kedalamnya dan pengeluaran sesuatu darinya yang berlawanan dengan apa yang telah ditetapkan oleh syari’at. Mereka mengharamkan tindakan penguasa yang menggunakan Baitul Mal untuk mencapai tujuan-tujuan pribadi.
3. Konsep Pemerintahan
Politik dalam pemerintahan Abu Bakar telah beliau jelaskan sendiri kepada rakyat banyak dalam sebuah pidatonya : “Wahai manusia ! Aku telah diangkat untuk
mengendalikan urusanmu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantara kamu. Maka jikalau aku dapat menunaikan tugasku dengan baik, maka bantulah (ikutilah) aku, tetapi jika aku berlaku salah, maka luruskanlah ! orang yang kamu anggap kuat, aku pandang lemah sampai aku dapat mengambil hak daripadanya. Sedangkan orang yang kamu lihat lemah, aku pandang kuat sampai aku dapat mengembalikan hak kepadanya. Maka hendaklah kamu taat kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, namun
bilamana aku tiada mematuhi Allah dan Rasul-Nya, kamu tidaklah perlu mentaatiku.
4. Kekuasaan Undang-undang Abu Bakar tidak pernah menempatkan diri beliau diatas undang-undang. Beliau juga tidak pernah memberi sanak kerabatnya suatu kekuasaan yang lebih tinggi dari undangundang.
Dan mereka itu dihadapan undang-undang adalah sama seperti rakyat yang lain, baik kaum Muslim maupun non Muslim.
D. Penyelesaian Kaum Riddat Kekhalifahan Abu Bakar yang begitu singkat sangat disibukkan dengan peperangan. Dalam pertempuran itu tidak hanya melawan musuh-musuh Islam dari luar, tetapi juga
dari dalam. Hal ini terjadi karena ada sekelompok orang yang memancangkan panji pemberontakan terhadap negara Islam di Madinah dan meninggalkan Islam (murtad) setelah Rasulullah wafat.Gerakan riddat (gerakan belot agama), bermula menjelang Nabi Muhammad jatuh sakit. Ketika tersiar berita kemangkatan Nabi Muhammad, maka gerakan belot agama itu meluas di wilayah bagian tengah, wilayah bagian timur, wilayah bagian selatan sampai ke
Madinah Al-Munawarah serta Makkah Al-Mukaramah itu sudah berada dalam keadaan terkepung. Kenyataan itu yang dihadapi Khalifah Abu Bakar.
Gerakan riddat itu bermula dengan kemunculan tiga tokoh yang mengaku dirinya Nabi, guna menyaingi Nabi Muhammad SAW, yaitu: Musailamah, Thulhah, Aswad Al-Insa. Musailamah berasal dari suku bangsa Bani Hanifah di Arabia Tengah, Tulaiha seorang
kepala suku Bani Asad, Sajah seorang wanita KRISTEN dari Bani Yarbu yang menikah dengan Musailamah (Afandi dkk, 1995:94-95). Masing-masing orang tersebut berupaya meluaskan pengikutnya dan membelakangi agama Islam. Para nabi palsu tersebut pada umumnya menarik hati orang-orang Islam dengan membebaskan prinsip-prinsip moralis dan upacara keagamaan seperti membolehkan minum-minuman keras, berjudi, mengurangi sholat lima waktu menjadi tiga, puasa Ramadhan dihapus, pengubah pembayaran zakat yang wajib menjadi suka rela dan
meniadakan batasan dalam perkawinan. Dalam gerakannya Aswad dan kawan-kawannya berusaha menguasai dan mempengaruhi masyarakat Islam, dengan mengerahkan pasukan untuk masuk ke daerah daerah. Akhirnya pasukan riddatpun berhasil menyebar kedaerah-daerah, diantaranya:
Bahrain, Oman Mahara dan Hadramaut. Para panglima kaum riddat semakin gencar melaksanakan misinya.
Akan tetapi Khalifah Abu Bakar tidak tinggal diam, beliau berusaha untuk memadamkan dan menumpas gerakan kaum riddat. Dengan sigap Khalifah Abu Bakar membentuk sebelas pasukan dan menyerahkan al-liwak (panji pasukan) kepada masingmasing
pasukan. Di samping itu, setiap pasukan dibekali al-mansyurat (pengumuman) yang harus disampaikan pada suku-suku Arab yang melibatkan dirinya dalam gerakan riddat. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Runtuhnya Dinasti Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Sistem p...