Teori
masuknya islam ke Indonesia — Sejak zaman dahulu bangsa
Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah dan suka berinteraksi dengan
bangsa atau negara lain. Oleh karena itu, banyak bangsa lain yang datang ke
wilayah Nusantara untuk menjalin hubungan dalam berbagai bidang khususnya perdagang.
Ramainya
perdagangan di Nusantara juga menyebabkan terjadinya penyebaran agama Islam di
Indonesia. Waktu masuknya Islam ke Indonesia berbeda-beda di setiap daerah.
Namun, masuknya agama Islam pertama kali di Indonesia lewat Pulau Sumatra,
ketika Kerajaan Sriwijaya berkuasa.
Jalur
utama penyebaran Islam di Indonesia adalah melalui jalur perdagangan. Selain
jalur perdagangan, juga melalui jalur perkawinan, jalur dakwah, pendidikan dan
jalur kesenian. Jalur perkawinan dilakukan oleh para pedagang Islam yang biasanya
tinggal di kota-kota lepas pantai dan membentuk perkampungan-perkampungan untuk
menunggu angin musim.
Pada
saat inilah, beberapa pedagang tersebut melakukan pernikahi dengan para wanita
pribumi. Karena pernikahan tersebut akhirnya para wanita pribumi kemudian
memeluk agama Islam.
Proses
awal penyebaran agama Islam di Kepulauan Indonesia menimbulkan beberapa
perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah. Hal tersebut muncul karena
belum adanya kesatuan pendapat antara para ahli sejarah mengenai proses awal
penyebaran Islam di Indonesia yang didasarkan atas bukti-bukti sejarah adanya
masyarakat Islam, kerajaan Islam, dan kedatangan para pedagang Islam ke
Indonesia. Akhirnya, pendapat-pendapat mengenai proses Islamisasi di Indonesia
dapat dibagi ke dalam 3 teori, yaitu Teori Gujarat, Teori Persia, dan Teori
Mekkah.
Sedangkan,
J.Pijnapel kemudian didukung oleh C. Snouck Hurgrobye, dan J.P Mouguetta (1912)
berpendapat berdasarkan pada batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada
17 Dzulhijjah 831 H atau 1297 M di Pasai, Aceh.
Menurut
pada batu nisan di Pasai dan makam Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada tahun
1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan batu nisan yang
terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta kemudian berkesimpulan bahwa batu nisan
tersebut diimpor dari Gujarat atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau
orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat.
Tradisi
tersebut antara lain tradisi 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum
Syiah atas kematian Husein bin Ali, dan tradisi tabot di Pariaman Sumatra Barat
dan Bengkulu.
fatimatuz zahro
BalasHapus