Strategi Dakwah Islam di
Nusantara (Indonesia) - Dari pembahasan
tentang masuknya Islam ke Nusantara, dapat dipahami bahwa masuknya agama Islam
ke Indonesia terjadi secara periodik, tidak sekaligus. Pada bagian ini akan
diuraikan mengenai strategi penyebaran Islam dan media yang dipergunakan oleh
para pedagang dan mubaligh dalam penyebaran Islam di Indonesia.
Salah satu arti “strategi”
yang dimuat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah “rencana yang cermat
mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”. Dalam konteks dakwah Islam,
strategi dakwah yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh para
mubaligh, yang membawa misi Islam di dalamnya.
Dari kajian di atas dan
berbagai literatur, setidaknya terdapat beberapa kegiatan yang dipergunakan
sebagai kendaraan (sarana) dalam penyebaran Islam di Indonesia, di antaranya
adalah: perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, dan tasawuf. Berikut
uraian singkat mengenai hal tersebut.
1. Perdagangan
Pada tahap awal, saluran
yang dipergunakan dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah perdagangan. Hal
itu dapat diketahui melalui adanya kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad
ke-7 M hingga abad ke-16 M. Aktivitas perdagangan ini banyak melibatkan
bangsa-bangsa di dunia, termasuk bangsa Arab, Persia, India, Cina dan
sebagainya. Mereka turut ambil bagian dalam perdagangan di negeri-negeri bagian
Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.
Saluran Islamisasi
melalui jalur perdagangan ini sangat menguntungkan, karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam aktivitas perdagangan tersebut. Bahkan mereka
menjadi pemilik kapal dan saham perdagangan itu. Fakta sejarah ini dapat
diketahui berdasarkan data dan informasi penting yang dicatat Tome’ Pires bahwa
para pedagang muslim banyak yang bermukim di pesisir pulau Jawa yang ketika itu
penduduknya masih kafir. Mereka berhasil mendirikan masjid-masjid dan
mendatangkan mullahmullah dari luar, sehingga jumlah mereka semakin bertambah
banyak. Dalam perkembangan selanjutnya, anak keturunan mereka menjadi penduduk
muslim yang kaya raya.
Pada beberapa tempat,
para penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit yang
ditempatkan di pesisir pulau Jawa banyak yang masuk Islam. Keislaman mereka
bukan hanya disebabkan oleh faktor politik dalam negeri yang tengah goyah,
tetapi terutama karena faktor hubungan ekonomi dengan para pedagang ini sangat
menguntungkan secara material bagi mereka, yang pada akhirnya memperkuat posisi
dan kedudukan sosial mereka di masyarakat Jawa. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya, mereka mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat tinggal
mereka.
Hubungan perdagangan ini
dimanfaatkan oleh para pedagang muslim sebagai sarana atau media dakwah. Sebab,
dalam Islam setiap muslim memiliki kewajiban untuk menyebarkan ajaran Islam
kepada siapa saja dengan tanpa paksaan. Oleh karena itu, ketika penduduk
Nusantara banyak yang berinteraksi dengan para pedagang muslim, dan
keterlibatan mereka semakin jauh dalam aktivitas perdagangan, banyak di antara
mereka yang memeluk Islam. Karena pada saat itu, jalur-jalur strategis
perdagangan internasional hampir sebagian besar dikuasai oleh para pedagang
muslim. Apabila para penguasa lokal di Indonesia ingin terlibat jauh dengan perdagangan
internasional, maka mereka harus berperan aktif dalam perdagangan internasional
dan harus sering berinteraksi dengan para pedagang muslim.
2. Perkawinan
Dari aspek ekonomi, para
pedagang muslim memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik daripada
kebanyakan penduduk pribumi. Hal ini menyebabkan banyak penduduk pribumi,
terutama para wanita, yang tertarik untuk menjadi isteri-isteri para saudagar
muslim. Hanya saja ada ketentuan hukum Islam, bahwa para wanita yang akan
dinikahi harus diislamkan terlebih dahulu. Para wanita dan keluarga mereka
tidak merasa keberatan, karena proses pengIslaman hanya dengan mengucapkan dua
kalimah syahadat, tanpa upacara atau ritual rumit lainnya.
Setelah itu, mereka
menjadi komunitas muslim di lingkungannya sendiri. KeIslaman mereka menempatkan
diri dan keluarganya berada dalam status sosial dan ekonomi cukup tinggi.
Sebab, mereka menjadi muslim Indonesia yang kaya dan berstatus sosial
terhormat. Kemudian setelah mereka memiliki keturunan, lingkungan mereka
semakin luas. Akhirnya timbul kampung-kampung dan pusat-pusat kekuasaan
Islam.
Dalam perkembangan
berikutnya, ada pula para wanita muslim yang dikawini oleh keturunan bangsawan
lokal. Hanya saja, anak-anak para bangsawan tersebut harus diIslamkan terlebih
dahulu. Dengan demikian, mereka menjadi keluarga muslim dengan status sosial
ekonomi dan posisi politik penting di masyarakat.
Jalur perkawinan ini
lebih menguntungkan lagi apabila terjadi antara saudagar muslim dengan anak
bangsawan atau anak raja atau anak adipati. Karena raja, adipati, atau
bangsawan itu memiliki posisi penting di dalam masyarakatnya, sehingga
mempercepat proses Islamisasi. Beberapa contoh yang dapat dikemukakan di sini
adalah, perkawinan antara Raden Rahmat atau Sunan Ngampel dengan Nyai Manila,
antara Sunan Gunung Jati dengan Puteri Kawunganten, Brawijaya dengan Puteri
Campa, orangtua Raden Patah, raja kerajaan Islam Demak dan lain-lain.
3. Pendidikan
Proses Islamisasi di
Indonesia juga dilakukan melalui media pendidikan. Para ulama banyak yang
mendirikan lembaga pendidikan Islam, berupa pesantren. Pada lembaga inilah,
para ulama memberikan pengajaran ilmu keIslaman melalui berbagai pendekatan
sampai kemudian para santri mampu menyerap pengetahuan keagamaan dengan baik.
Setelah mereka dianggap mampu, mereka kembali ke kampung halaman untuk
mengembangkan agama Islam dan membuka lembaga yang sama. Dengan demikian,
semakin hari lembaga pendidikan pesantren mengalami perkembangan, baik dari
segi jumlah maupun mutunya.
Lembaga pendidikan Islam
ini tidak membedakan status sosial dan kelas, siapa saja yang berkeinginan
mempelajari atau memperdalam pengetahuan Islam, diperbolehkan memasuki lembaga
pendidikan ini. Dengan demikian, pesantren-pesantren dan para ulamanya telah memainkan
peran yang cukup penting di dalam proses pencerdasan kehidupan masyarakat,
sehingga banyak masyarakat yang kemudian tertarik memeluk Islam.
Di antara lembaga
pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam di Jawa, adalah pesantren
yang didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta. Kemudian pesantren Giri yang
didirikan oleh Sunan Giri, popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga ke
Maluku. Masyarakat yang mendiami pulau Maluku, terutama Hitu, banyak yang
berdatangan ke pesantren Sunan Giri untuk belajar ilmu agama Islam. Bahkan
Sunan Giri dan para ulama lainnya pernah diundang ke Maluku untuk
memberikan pelajaran agama Islam. Banyak di antara mereka yang menjadi
khatib, muadzin, hakim (qadli) dalam masyarakat Maluku dengan memperoleh imbalan
cengkeh.
Dengan cara-cara seperti
itu, maka agama Islam terus tersebar ke seluruh penjuru Nusantara, hingga
akhirnya banyak penduduk Indonesia yang menjadi muslim. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa model pendidikan pesantren yang tidak mengenal kelas menjadi
media penting di dalam proses penyebaran Islam di Indonesia, bahkan kemudian
diadopsi untuk pengembangan pendidikan keagamaan pada lembaga-lembaga
pendidikan sejenis di Indonesia.
4. Tasawuf
Jalur lain yang juga
tidak kalah pentingnya dalam proses Islamisasi di Indonesia adalah tasawuf.
Salah satu sifat khas dari ajaran ini adalah akomodasi terhadap budaya lokal,
sehingga menyebabkan banyak masyarakat Indonesia yang tertarik menerima ajaran
tersebut. Pada umumnya, para pengajar tasawuf atau para sufi adalah guru-guru
pengembara, dengan sukarela mereka menghayati kemiskinan, juga seringkali
berhubungan dengan perdagangan, mereka mengajarkan teosofi yang telah bercampur
dengan ajaran yang sudah dikenal luas masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam
hal magis, dan memiliki kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang
menikahi gadis-gadis para bangsawan setempat.
Dengan tasawuf, bentuk
Islam yang diajarkan kepada para penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan
alam pikiran mereka yang sebelumnya memeluk agama Hindu, sehingga ajaran Islam
dengan mudah diterima mereka. Di antara para sufi yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik
seperti ini terus dianut bahkan hingga kini.
5. Kesenian
Saluran Islamisasi
melalui kesenian yang paling terkenal adalah melalui pertunjukkan wayang.
Seperti diketahui bahwa Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam
mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah materi dalam setiap
pertunjukan yang dilakukannya. Sunan Kalijaga hanya meminta kepada para
penonton untuk mengikutinya mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebagian besar
cerita wayang masih diambil dari cerita Ramayana dan Mahabarata, tetapi
muatannya berisi ajaran Islam dan nama-nama pahlawan muslim.
Selain wayang, media yang
dipergunakan dalam penyebaran Islam di Indonesia adalah seni bangunan, seni
pahat atau seni ukir, seni tari, seni musik dan seni sastra. Di antara bukti
yang dihasilkan dari pengembangan Islam awal adalah seni bangunan Masjid Agung
Demak, Sendang Duwur, Agung Kasepuhan, Cirebon, Masjid Agung Banten, dan
lain sebagainya. Seni bangunan Masjid yang ada, merupakan bentuk akulturasi dari
kebudayaan lokal Indonesia yang sudah ada sebelum Islam, seperti bangunan
candi. Salah satu dari sekian banyak contoh yang dapat kita saksikan hingga
kini adalah Masjid Kudus dengan menaranya yang sangat terkenal itu. Hal ini
menunjukkan sekali lagi bahwa proses penyebaran Islam di Indonesia yang
dilakukan oleh para penyebar Islam melalui caracara damai dengan mengakomodasi
kebudayaan setempat. Cara ini sangat efektif untuk menarik perhatian masyarakat
pribumi dalam memahami gerakan Islamisasi yang dilakukan oleh para mubaligh,
sehingga lambat laun mereka memeluk Islam.
6. Politik
Di Maluku dan Sulawesi
Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di wilayah ini.
Jalur politik juga ditempuh ketika kerajaan Islam menaklukkan kerajaan non
Islam, baik di Sumatera, Jawa, maupun Indonesia bagian Timur.
Rafly Abdul Gani
BalasHapusVIIC 20
Dian sulistyowati Vll C
BalasHapusNo absen : 08
Nur Amalia mukmila
BalasHapusKls:Vll C
FIRDA AURELIYAH AZZAHRA
BalasHapus(VII C) NO:10
Dina Aulia Rachma
BalasHapusMeylisa dwi muafi putri VII C 13
BalasHapusWardatul Hasanah Vll C No 20
BalasHapusMiftahul alam Kls 7
BalasHapusFatur rohman maulana
BalasHapusMahmud Ramadhani kls VII C
BalasHapusMusmmd Rifky Adi saputra
BalasHapusMuhammad asrafi
BalasHapusMuhammad Alvin nur
BalasHapusM.Rayhan ardiansyah
BalasHapus