Sejarah Mabadi Khoiru Ummah
Sejarah Mabadi Khaira Ummah
Memahami konsep mabadi khaira ummah (MKU) tidak dapat lepas dari keberadaan
organisasi kemasyrakatan keagamaan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak berdiri pada tahun 1926,
NU menempatkan kepentingan masyarakat Islam sebagai orientasi utama gerakannya. Citacita tersebut secara sistematik terformulasikan dalam MKU. Ide Nahdlatul Ulama untuk
mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik sebenarnya telah diupayakan sejak lama. Para
tokoh NU berpendapat bahwa proses pembentukan masyarakat yang ideal dan terbaik dapat
dimulai dengan menanamkan nilai-nilai:
1. al-shidqu (kejujuran)
2. al--amânah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi (dapat dipercaya, setia, dan tepat janji) dan
3. al-ta’âwun (tolong menolong).
Tiga prinsip dasar ini selanjutnya disebut dengan prinsip mabadi khaira ummah (altsalatsah).
Selanjutnya perkembangan zaman yang pesat memaksa para ulama untuk melakukan
evaluasi kerja. Pada Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung tanggal 21–25 Januari
1992,
para ulama menyepakati untuk melakukan penyempurnaan terhadap tiga butir mabadi
khaira ummah dengan menambah prinsip al-‘adâlah (adil) dan al-istiqâmah (konsisten,
ajeg) NU berkeyakinan bahwa lima prinsip tersebut – yang disebut juga dengan al-mabadi’
al-khamsah (dasar yang lima) – merupakan langkah alternatif dan prospektif bagi upaya
mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik di Indonesia.
Dengan tambahan dua prinsip, maka konsep MKU menjadi lima butir, yaitu:
1. al-shidqu (kejujuran)
2. al-amânah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi (dapat dipercaya, setia, dan tepat janji)
3. al-ta’âwun (tolong menolong)
4. al-‘adâlah (adil)
5. al-istiqâmah (konstan, ajeg)
Abdul Mun’im, DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, (Jakarta, Setjen PBNU, 2011),
Lahirnya prinsip-prinsip MKUtersebut bukanlah tanpa alasan. Prinsip-prinsip tersebut
dimunculkan sebagai sikap progresif para pemimpin NU dalam menyikap dan menjawab
persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia, khususnya berkaitan
dengan persoalan moralitas dan kemiskinan. Bahkan dalam Kongres NU ke-13 tahun 1935,
NU sendiri telah membuat kesimpulan bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan
umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran agama adalah
kemiskinan dan lemahnya ekonomi. Kendala ini membuat masyarakat tidak mampu berdiri
tegak memikul tugas pembentukan dan pembangunan khaira ummah. Dengan latar belakang
dan menyadari kondisi di atas, kongres NU ke-13 tahun 1935 memberikan mandat kepada
pimpinan NU untuk mengadakan gerakan pembangunan ekonomi (economische mobilisatie),
khususnya di kalangan warga NU. Setelah melakukan berbagai analisa dan kajian, Pimpinan
NU merumuskan mabadi khaira ummah (al-tsalatsah), yang selanjutnya disempurnakan
kembali dalam Munas Ulama NU tahun 1992 di Bandar Lampung menjadi mabadi khaira
ummah (al-khamsah).
Sebagaimana dijelaskan di atas, gerakan MKU awalnya diarahkan untuk menggalang
warga NU dalam mendukung program pembangunan ekonomi. Pada masa awal kelahiran
prinsip mabadi khaira ummah (al-tsalatsah), gerakan ini bahkan telah mampu
menumbuhkan semangat berorganisasi secara komprehensif. Kegiatan organisasi dalam
berbagai bidang semakin tampak, kesenian warga semakin kuat, demikian pula dengan para
pemimpinnya terlihat semakin kompak. Kenyataan ini memberikan dampak signifikan bagi
pembinaan internal organisasi, serta upaya pengembangan NU keluar lebih luas.
Dengan demikian gerakan MKU tidak relevan dengan program pengembangan
ekonomisaja, akan tetapi juga sangat kontekstual dengan program-program pembinaan
moralitas dan etika organisasi yang lain. Bahkan di dalam penerapannya, gerakan
MKU ini juga relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa Indonesia, khususnya dalam
pembinaan sumber daya manusia (SDM) karena keberhasilan pembangunan bangsa tidak
semata-mata bergantung pada kemampuan akademik atau skill semata, melainkan juga
membutuhkan SDM yang memiliki karakter terpuji dan bertanggungjawab.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari gerakan
MKUyang digaungkan oleh NU adalah untuk membentuk identitas personal yang mulia,
baik dan bertanggungjawab dalam menjalankan peran-peran individual dan sosialnya ketika
berinteraksi dengan individu ataupun komponen masyarakat lainnya. Gerakan
MKU
berorientasikan pada terbentuknya sumber daya pembangunan bangsa Indonesia yang
jujur, amanah, komitmen, adil, saling bekerjasama, dan konsisten dalam menjalankan amar
ma’ruf nahi munkar demi terwujudnyakehidupan masyarakat yang sejahtera lahir batin dan
diridlai Allah Ta’ala.
Dengan demikian secara historis, konsep MKU itu tidak lepas dari kerja nyata NU
sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan nasional
Indonesia yang berkarakter dan berperadaban. NU sebagai organisasi kemasyarakatan
keagamaan Islam telah kembali membuktikan sumbangsihnya bagi keberlangsungan dan
pembangunan Indonesia. Bahkan dalam perspektif global, konsep MKU pun dapat dan patut
disumbangkan dan dikembangkan pada seluruh masyarakat dunia dimana pun berada guna
membantu membangun tatanan masyarakat global yang ideal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar