Minggu, 30 Agustus 2020

Sejarah Mabadi Khoiru Ummah

 

Sejarah Mabadi Khoiru Ummah 


Sejarah Mabadi Khaira Ummah Memahami konsep mabadi khaira ummah (MKU) tidak dapat lepas dari keberadaan organisasi kemasyrakatan keagamaan Nahdlatul Ulama (NU). Sejak berdiri pada tahun 1926, NU menempatkan kepentingan masyarakat Islam sebagai orientasi utama gerakannya. Citacita tersebut secara sistematik terformulasikan dalam MKU. Ide Nahdlatul Ulama untuk mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik sebenarnya telah diupayakan sejak lama. Para tokoh NU berpendapat bahwa proses pembentukan masyarakat yang ideal dan terbaik dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai:
1. al-shidqu (kejujuran) 
2. al--amânah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi (dapat dipercaya, setia, dan tepat janji) dan 
3. al-ta’âwun (tolong menolong). 
Tiga prinsip dasar ini selanjutnya disebut dengan prinsip mabadi khaira ummah (altsalatsah). Selanjutnya perkembangan zaman yang pesat memaksa para ulama untuk melakukan evaluasi kerja. Pada Munas Alim Ulama NU di Bandar Lampung tanggal 21–25 Januari 1992, 
para ulama menyepakati untuk melakukan penyempurnaan terhadap tiga butir mabadi khaira ummah dengan menambah prinsip al-‘adâlah (adil) dan al-istiqâmah (konsisten, ajeg) NU berkeyakinan bahwa lima prinsip tersebut – yang disebut juga dengan al-mabadi’ al-khamsah (dasar yang lima) – merupakan langkah alternatif dan prospektif bagi upaya mewujudkan masyarakat ideal dan terbaik di Indonesia. Dengan tambahan dua prinsip, maka konsep MKU menjadi lima butir, yaitu:

1. al-shidqu (kejujuran)
2. al-amânah wa al-wafa’ bi al-‘ahdi (dapat dipercaya, setia, dan tepat janji)
3. al-ta’âwun (tolong menolong) 
4. al-‘adâlah (adil) 
5. al-istiqâmah (konstan, ajeg) 

Abdul Mun’im, DZ, Piagam Perjuangan Kebangsaan, (Jakarta, Setjen PBNU, 2011), 
Lahirnya prinsip-prinsip MKUtersebut bukanlah tanpa alasan. Prinsip-prinsip tersebut dimunculkan sebagai sikap progresif para pemimpin NU dalam menyikap dan menjawab persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat dan bangsa Indonesia, khususnya berkaitan dengan persoalan moralitas dan kemiskinan. Bahkan dalam Kongres NU ke-13 tahun 1935, NU sendiri telah membuat kesimpulan bahwa kendala utama yang menghambat kemampuan umat untuk melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran agama adalah kemiskinan dan lemahnya ekonomi. Kendala ini membuat masyarakat tidak mampu berdiri tegak memikul tugas pembentukan dan pembangunan khaira ummah. Dengan latar belakang dan menyadari kondisi di atas, kongres NU ke-13 tahun 1935 memberikan mandat kepada pimpinan NU untuk mengadakan gerakan pembangunan ekonomi (economische mobilisatie), khususnya di kalangan warga NU. Setelah melakukan berbagai analisa dan kajian, Pimpinan NU merumuskan mabadi khaira ummah (al-tsalatsah), yang selanjutnya disempurnakan kembali dalam Munas Ulama NU tahun 1992 di Bandar Lampung menjadi mabadi khaira ummah (al-khamsah). Sebagaimana dijelaskan di atas, gerakan MKU awalnya diarahkan untuk menggalang warga NU dalam mendukung program pembangunan ekonomi. Pada masa awal kelahiran prinsip mabadi khaira ummah (al-tsalatsah), gerakan ini bahkan telah mampu menumbuhkan semangat berorganisasi secara komprehensif. Kegiatan organisasi dalam berbagai bidang semakin tampak, kesenian warga semakin kuat, demikian pula dengan para pemimpinnya terlihat semakin kompak. Kenyataan ini memberikan dampak signifikan bagi pembinaan internal organisasi, serta upaya pengembangan NU keluar lebih luas. Dengan demikian gerakan MKU tidak relevan dengan program pengembangan ekonomisaja, akan tetapi juga sangat kontekstual dengan program-program pembinaan moralitas dan etika organisasi yang lain. Bahkan di dalam penerapannya, gerakan MKU ini juga relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa Indonesia, khususnya dalam pembinaan sumber daya manusia (SDM) karena keberhasilan pembangunan bangsa tidak semata-mata bergantung pada kemampuan akademik atau skill semata, melainkan juga membutuhkan SDM yang memiliki karakter terpuji dan bertanggungjawab. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari gerakan MKUyang digaungkan oleh NU adalah untuk membentuk identitas personal yang mulia, baik dan bertanggungjawab dalam menjalankan peran-peran individual dan sosialnya ketika berinteraksi dengan individu ataupun komponen masyarakat lainnya. Gerakan MKU
berorientasikan pada terbentuknya sumber daya pembangunan bangsa Indonesia yang jujur, amanah, komitmen, adil, saling bekerjasama, dan konsisten dalam menjalankan amar ma’ruf nahi munkar demi terwujudnyakehidupan masyarakat yang sejahtera lahir batin dan diridlai Allah Ta’ala. Dengan demikian secara historis, konsep MKU itu tidak lepas dari kerja nyata NU sebagai bagian dari masyarakat dan bangsa Indonesia dalam upaya pembangunan nasional Indonesia yang berkarakter dan berperadaban. NU sebagai organisasi kemasyarakatan keagamaan Islam telah kembali membuktikan sumbangsihnya bagi keberlangsungan dan pembangunan Indonesia. Bahkan dalam perspektif global, konsep MKU pun dapat dan patut disumbangkan dan dikembangkan pada seluruh masyarakat dunia dimana pun berada guna membantu membangun tatanan masyarakat global yang ideal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Runtuhnya Dinasti Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Sistem p...