Rabu, 22 Juli 2020

ITTIBA"


ITTIBA


C.      ITTIBA’
1.    Pengertian Ittiba’
Dalam buku Ilmu Ushul Fiqh 1 & 2 dikatakan bahwa  “Kata “Ittiba’” berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il ”Ittaba’”, yang artinya adalah mengikut atau menurun.”[11]
Sedangkan Ittiba’ menurut istilah adalah :
اَلْأِ تْبَاعُ قَبُوْلُ قَوْلِ الْقَائِلِ وَأَنْتَ تَعْلَمُ حُجَّتَهُ .
Yang artinya adalah “Menerima perkataan orang lain dan (kamu) mengetahui dari mana sumber alasan tersebut.”[12]
Jadi, Ittiba’ berdasarkan definisi bahasa dan istilah adalah diterimanya fatwa atau perkataan oleh seseorang yang mana perkataan tersebut dapat dipertanggung jawabkan karena sesuai dengan sumber yang jelas yakni dari Al – Qur’an , Al Sunnah, serta hasil ijtihad ulama – ulama.[13]
Muttabi’ adalah seseorang yang menerima perkataan atau fatwa oleh seseorang Muttaba’ bersumber dari Al Qur’an, Sunnah dan Ijtihad para ulama. Sedangkan Muttaba’  adalah orang yang memberikan fatwa atau perkataan kepada Muttabi’. Dan seorang Muttabi’ harus mengetahui bahasa arab atau dalilnya tetapi tidak harus tahu mengetahui sah atau tidaknya sebuah fatwa atau hadits dikarenakan seorang Muttaba’ sudah mengatakan sah maka sah lah fatwa tersebut  dan seorang  Muttaba’ harus bertanggung jawab atas perkataan nya tersebut dikarenakan berdosalah dia jika iya tengah berdusta atau mengesahkan sesuatu hadits tanpa mengecek kebenaran hadits tersebut. Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk Muttabi’ maka jika seorang  Muttaba’ berdusta seorang Muttabi’ tidak berdosa.[14]
Setiap muslim wajib hukumnya ber ittiba’ karena Allah SWT sudah memerintahkan dalam firman Nya:“Ikuti apa yang dirutunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya”(Al-A’raf: 3)
Dari ayat diatas Allah SWT telah memerintahkan bahwa seorang hamba harus mengikuti perintahNya. Dan perintah – perintah tersebut merupakan wajib bagi setiap muslim.
Dimulainya munculnya Ittiba’ sejak zaman nabi, dan seterusnya hingga sekarang. Dijelaskan dalam Qs. Ali ‘Imran: 31 bahwa dalam firman Allah tersebut telah diperintahkan untuk ber ittiba’ kepada Rasulullah. Dikarenakan beliau (Rasulullah) mempunyai banyak kemuliaan yang lebih utama dari Nabi sebelum – sebelumnya, maka beliau yang dapat dijadikan suri tauladan serta diikuti dan dipegang teguh ajarannya dan mengamalkan apa yang telah diajarkan dari Allah kepadanya.[15]
Menurut Ibn Taimiyyah pilar kebahagiaan bagi setiap Muslim bagi kehidupan dunia dan akhirat kelak adalah ber ittiba’ kepada Rasulullah. Ibn Taimiyyah berkata “Bahwa pilar kebahagiaan (sa’adah) dan hidayah adalah dengan mengikuti Rasulullah. Sebaliknya, pangkal kesesatan dan kesengsaraan dikarenakan menyelisihinya. Sesungguhnya setiap kebaikan di penjuru alam semesta ini, baik yang sifatnya umum maupun khusus, sumbernya dari diutusnya Rasul. Begitu pula dengan semua keburukan yang menimpa umat manusia di alam semesta, adalah karena penyimpangan terhadap petunjuk Rasul dan tidak mengetahui ajarannya. Maka kebahagiaan dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi adalah dikarenakan ittiba’ kepada risalahnya.”
Risalah kenabian Muhammad sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk bahkan mereka sangat membutuhkan Rasulullah melebihi apapunn yang dibutuhkan mereka untuk kebutuhan di dunia. Nabi Muhammad diutus dikarenakan untuk kekuatan bagi alam semesta, dan menjadi nur  bagi kehidupan.[16]
‘Abd al-Rahman ibn Nashir al-Sa’di mennggambarkan dalam Taisir al – Karim fi Tafsir Kalam al-Mannan bahwa ittiba’ merupakan sebagai:
            اتباع ما  أنزل الله على رسوله – وهو للبلغ عن الله وحيه الذي اهتدى يه الخلق, فأنه هو الهدى والرحمة – علمًا وعملا وحالا ودعوة أليهو, بالاعتقادات والأقوال والأعمال, فأن من اتبعه اتبع ما أمر يه , واجتني ما تهي عنه.
“Mengikuti syariat yang diwahyukan Allah SWT kepada RasulNya[17] – karena ia adalah penyampai (muballigh) wahyu Allah yang dengannya umat manusia mampu menggapai jalan hidayah[18], dan syariat aau wahyu tersebut merupakan sumber petunjuk dan rahmat[19] – dalam seluruh aspek ilmu , perbuatan, karakter diri dan syariat atau wahyu tersebut merupakan sumber petunjuk dan rahmat – dalam seluruh aspek ilmu, perbuatan, karakter diri dan dalam seruan dakwahnya[20], baik dalam akidah, ucapan maupun amal perbuatan[21], maka mengikutinya adalah dengan mengimplementasikan perintahnya dan meninggalkan larangannya[22].”
Jadi, menurut tafsiran dari definisi ittiba’, ittiba’ merupakan sebuah usaha dan upaya yang optimal seklaigus maksimal untuk menganut dan meniru Rasulullah sebagai suri tauladan dalam agama. Dan karena pengajaran dakwah yang dilakukan Rasulullah telah turun temurun digunakan untuk generasi berikutnya dan seterusnya, maka ittiba’  menganut apa – apa (perbuatan, ucapan, ajaran) saja yang telah disampaikan Rasul dan berdasarkan dalil-dalil yang benar yaitu Al – Qu’an dan Al- Hadits.[23]
Dan adapun komponen-komponen yang menjadi makna pokok dalam al-ittiba’ di Islam, yaitu :
1.    Usaha untuk dapat mengikuti ataupun meneladani.
2.    Adanya pihak yang diikuti untuk dijadikan panutan, yaitu Rasulullah.
3.    Hal yang diikuti merupakan perbuatan, ucapan, akidah, dan perbuatan lain yang dilakukan tetapi sudah ditinggalkan.
4.    Berdasarkan kepada sumber yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya, yaitu al – Qur’an, Hadits Shahih.
5.    Ketika ber ittiba’ mengikuti berdasarkan niat atau kemauan sendiri bukan karena paksaan atau kebencian dalam hati dan tetap mengamalkan apa yang telah diikuti.[24]



4 komentar:

Runtuhnya Dinasti Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Sistem p...