BAB I
MASUKNYA ISLAM DAN BERKEMBANGNYA KEI INDONESIA
A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
Ada tiga teori yang menyatakan masuknya Islam di Indonesia,
yaitu :
1.
Teori Gujarat: Menutut teori ini Islammasuk ke
Indonesia pertama kali dari Gujarat (India) pada abad ke 12-13 M. Hal ini
dibuktikan dengan :
A.
Adanya persamaan Batu Nisan di Cambay, Gujarat dangan Batu Nisan
yang ada di Pasai (Aceh) bertanggal 17 Dzulhijjah 831 H / 27 September 1428 M
dan Batu Nisan di Gresik (makam Maulana Malik Ibrahim) bertanggal 822 H / 1419
M.
B. Pada waktu itu para pedagang Arab yang singgah di Gujarat dalam rangka perdagangan timur tengah dengan Indonesia.
2. Teori Arabia :Islam masuk pertama kali masuk ke Indonesia langsung dari Arab pada abad 1 H atau abad 7-8 M, hal ini dibuktikan dengan :
A.
Adanya perkampungan arab (Pekojan) di pesisir utara pantai
Sumatra (Aceh) pada tahun 684 M.
B.
Pada tahun 632 M para saudagara arab melakukan ekspedisi
perdagangan ke Cina, namun sebelumnya singgah dulu di Aceh, sejak saat itulah
awal Islam masuk ke Indonesia.
C.
3. Teori Persia : Islam di Indonesia berasal
dari Persia, hal didasarkan atas persamaan budaya, yaitu :
A.
Peringatan 10 Muharram (Syuro) sebagai peringatan Syi’ah
terhadap Syahidnya Husain.
B.
Ada persamaan ajaran Wahdatul Wujudi Hamzah
Fansuri dan Syeikh siti Jenar dengan ajaran Sufi Pesia, Al Hallaj (wafat 922 M)
C.
Penggunaan istilah Persia dalam tanda bunyi harokat
dalampengajian Al Qur’an
D.
Mayoritas bermadzhab Syafi’i.
Daerah lain yang pertama menerima islam adalah Jawa, hal ini didasarkan
bukti-bukti sebagai berikut
– Pada
tahun 674 M raja Ta-cheh (Muawiyah) mengirim utusan ke kerajaan Kalingga untuk
mengetahui keadaan kerajaan tersebut. Berdasarkan utusan tersebut diketahui
bahwa pada waktu itu sudah ada penduduk yang beragama Islam.
– Di desa
Leran, Manyar, Gresik ditemukan makam Fatimah binti Maimun yang berangka tahun
475-495 H (1082-1101 M)
Berdasarkan pemaparan teori di atas dapat disimpulkan bahwa,
Islam pertama kali masuk ke Indonsia pada abad 1 H /7-8 M langsung dari Arab,
namun dapat berkembang dengan pesat pada abad ke 12-13 M, hal ini ditandai
dengan berdirinya kerajaan Samudra Pasai, dimana budaya Islam yang berkembang
adalah budaya Islam Persia.
1.
B. TOKOH – TOKOH PENYEBAR ISLAM DI INDONESIA
Pada awalnya, tokoh-tokoh penyebar Islam di Indonesia adalah
para pedagang. Selain membawa dan menawarkan dagangan, mereka juga
memperkenalkan dan menyiarkan Islam kepada para penduduk.
1. Sumatra
A.
Syeikh Ismail, Seorang ulama Makkah yang tinggal di Pasai. Beliau berhasil
mengislamkan Meurah Silu yang berganti nama Malikus Shalih (raja Samudra Pasai
pertama).
B.
Syeikh Abdullah Al Yamani, ulama Makkah, berhasil
mengislamkan penguasa Kedah yang berganti nama Sultan Muzahffar Syah.
C.
Said Mahmud Al Hadramut, berhasil mengislamkan Raja
Guru Marsakot dan rakyatnya yang berada di wilayah Barus (Sumatra Utara)
D.
Syeikh Burhanudin Ulakan, Ulama Minangkabau penganut
tarekat Syatariyah
E.
Sayyid Usman Syahabudin, Ulama Riau yang menyiarkan Islam
di kerajaan Siak.
2. Jawa
Penyebar Islam di Jawa dikenal dengan sebutan wali songo, yaitu
:
a.
Maulana Malik Ibrahim |
f.
Sunan Drajat (Syarifudin Hasyim) |
b.
Sunan Ampel (Raden Rahmat) |
g.
Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah |
c.
Sunan Giri (Raden Paku) |
h.
Sunan Kalijaga (Raden Mas Sahid) |
d.
Sunan Kudus (Ja’far Shadiq) |
i.
Sunan Muria (Raden Prawoto) |
e.
Sunan Bonang (Makhdum Ibrahim) |
Madura baru terislamkan pada abad ke-15 M. adapun tokokh yang
berjasa adalah : sunan Padusan, (Raden Bendoro Diwiryopodho/Usman Haji) di
daerah Sumenep, Buyut Syeikh dan empu Bageno yang berdakwah di Sampang.
3. Daerah Lain
A.
Kalimantan : Tuan Tunggang dan Datuk ri Bandang
B.
Sulawesi : Maulana Husain (ternate), Syeikh Mansur (Tidore),
Katib Sulung, Datuk ri Patimang, (Goa), Sayyid Zeun al Alydrus dan Syarif Ali
(Bugis).
C.
Nusa Tenggara : Sunan Prapen, Habib Husain bin umar dan Habib
Abdullah Abbas (Lombok), Syarif Abdurrahman Al Gadri (Sumba), Syeikh
Abdurrahman (Sumbawa dan Timor), Pangeran Suryo Mataram (Kupang).
1.
C. FAHAM KEISLAMAN YANG BERKEMBANG DI INDONESIA
Faham ke-Islaman yang berkembang di Indonesia sejak awal adalah
faham Ahlusunnah wal Jama’ah atau disebut juga Sunni yang menonjolkan
aspek-aspek sufistik dan bermadzhab Syafi’i.
Secara Harfiyah Ahlusunnah wal Jama’ah berasal dari tiga kata :
1.
Ahlu ; keluarga, golongan atau pengikut
2.
Al Sunnah ; segala sesuatu yang diajarkan
dan diamalkan Rasulullah SAW.
3.
Jama’ah ; para shahabat, apa yang
disepakati para shahabat pada masa Khulafaur Rosidin.
Jadi, Ahlusunnah wal Jama’ah ialah : Golongan yang mengikuti
ajaran Islam seperti yang diajarkan dan diamalkan Rosulullah dan para
Shahabtnya.
Faham ini di pelopori oleh ; Imam As’ary dan Imam Maturidi.
BAB II
STRATEGI DAN PENYEBARAN ISLAM
DI INDONESIA
A. STRATEGI DAKWAH ISLAMIYAH
Islam dalah agama yang membawa rahmat kepada seluruh alam
semesta, bukan hanya umat Islam semata. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT
…
“Dan tiadalah Kami mengutus
kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.”
Dalam mengemban dakwah Islamiyah, para Da’i atau Mubaligh tidak
menempuh jalan kekerasan, namun lebih memilih jalan damai. Metode dakwah dengan
jalan kekerasan hanya akan memimbulkan dampak negatif baik dari segi Da’i
maupun dari segi dakwah Islamiyah itu sendiri.
Karena tugas dakwah adalah tugas setiap umat Islam, maka
kegiaytan dakwah Islamiyah dilaksanakan oleh semua pihak dengan berbagai
kegiatannya masing-masing. Para pedagang melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan
perdagangan, para seniman melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan seni dan
budaya, dan para penguasa (pemimpin) melaksanakan dakwahnya dalam kegiatan
pemerintahan.
B. DAKWAH MELALUI KEGIATAN PEREKONOMIAN
Salah satu proses Islamisasi di Indonesia melalui jalur
perdagangan, hal ini sesuai dengan kesibukan jalur perdagangan di selat Malaka
pada abad 7-12 M. Para pedagang Arab mempunyai peranan yang penting dalam
aktfitas perdagangan Timur-Barat.Kegiatan perdagangan tersebut digunakan untuk
berdakwah dan berinteraksi dengan para penguasa setempat. Keuntungan lainya
ialah status social yang tinggi para pedagang, dengan menduduki golongan elit
tersebut dapat dimanfaatkan untuk berdakwah di pusat-pusat pemerintahan.
C. DAKWAH MELALUI KEGIATAN SENI BUDAYA
Selain perdagangan, para mubaligh Islam juga menggunakan
bentuk-bentuk seni dan budaya sebagai media dakwah. Cara ini lebih mengutamakan
isi daripada bentuk lahiriyah dan mudah menarik simpati rakyat sehingga mudah
pula merek masuk Islam.
Bentuk-bentuk seni dan budaya yang digunakan sangat
beragam, ada yang memanfatkan yang sudah ada namun ada yang memunculkan hal
yang baru. Cabang seni yang popular digunakan adalah Wayang, Gamelan, Gending,
dan seni ukir.
Inisiatif penggunaan Wayang adalah Sunan Kalijaga dengan
memodifikasi bentuk dan isi ceritanya. Di dalamnya diselingi gending-gending
yang berupa syair-syair yang berisi ajaran agama, pendidikan, dan falsafah
kehidupan. Budaya yang masih dipeertahankan sebagai media dakwah ialah Kenduri dan
Selametan, dimana niat dan isinya diubah dan diaganti nilai-nilai keislaman.
D. DAKWAH MELALUI PERKAWINAN
Beberapa factor yang mendorong terjadinya perkawinan pendatang
muslim dan wanita setempat, antara lain :
1.
Karena Islam tidak membedakan status masyarakat.
2.
Kebutuhan biologis, para pedagang biasanya tidak membawa istri
dalam muhibahnya. Para pribumi juga membiarkan perkawinan anak-anakya dengan
pedagang muslim untuk memperoleh status social dan ekonomi yang kuat.
3.
Faktor politik, dengan menikahi putri bangsawan maka akan
meningkatkan status social dan ekonomi sehingga memudahkan untuk berdakwah.
Melalui perkawinana ini nantinya akan membentuk inti masyarkat
muslim yang menjadi titik tolak perkembangan Islam di Indonesia.
E. DAKWAH MELALUI POLITIK DAN PEMERINTAHAN
Berdakwah dilakukan pula di lingkungan kerajaan, sasaran
utamanya adalah para raja, keluarga raja, dan para pembesar kerajaan. Tujuan
utamanya adalah apabila sang raja telah masuk Islam, maka rakyatnya akan setia
mengikutinya.
Di antara para tokoh yang
berhasil ialah Syeikh Ismail yang berhasil mengislamkan Merah Silu (Malikus
Shaleh raja Samudra Pertama). Di Jawa; Raden Rahmatullah (Sunan
Ampel) berhasil berdakwah di lingkungan kerajaan majapahit. Walaupun prabu
brawijaya tidak mau masuk Islam, namun Sunan Ampel diberi kebebasan untuk
berdakwah sampai ia mendirikan Pesantren di Randukuning Surabaya yang bernama
Ampel Dento .
Salah satu kader Sunan Ampel
adalah Raden Patah, beliau adalah
putra Brawijaya V dari ibu Dharawati. Pada tahun 1462 Raden Patah diangkat
menjadi adipati Bintoro (Demak), meskipun demikian beliau tetap berdakwah dan
mendidik para santri di pesantren Glagahwangi. Demak berkembang dengan pesat,
selain sebagai pusat pemerintahan tetapi juga sebagai pusat dakwah Islamiyah
dan berkumpulnya para wali songo. Di Kota ini para wali mendirikan sebuah
masjid agung pada tahun 1468 M. Melalui musyawarah para Wali maka Raden Patah
diangkat menjadi Sultan di Demak, sejak saat itu berdirilah kerajaan Islam di
Jawa, yaitu kerajaan Demak.
Dengan berdirinya kerajaan (pemerintahan) Islam, maka penyebaran
Islam akan lebih kokoh, sehingga Islam berkembang dengan pesat di Indonesia.
PONDOK PESANTREN
A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA PONDOK PESANTREN
pesantren merupakan “Bapak” dari pendidikan Islam di Indonesia,
dimana bila di tinjau dari segi sejarah dilahirkan atas kesadaran kewajiban
dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran islam, sekaligus
mencetak kader-kader ulama.
Pondok adalah rumah atau tempat
tinggal sederhana, disamping itu kata “Pondok” berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti asrama. Sedangkan Istilah
pesantren berasal dari kata Shastri (India) yang
berarti Orang yang mengetahui kitab suci (Hindu). Pesantren
sendiri menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri. Dalam
bahasa Jawa mnejadi Santri dengan
mendapat awalan Pe dan akhiran an menjadi Pesantren :Sebuah pusat
pendidikan Islam tradisional atau pondok untuk para siswa sebagai model sekolah
agama di Jawa.
Di Aceh Pesantren disebut
: dayah, Rangkang, Meunasah. Pasundan disebut Pondok, dan di Minangkabau disebut Surau. Pimpinan pesantren tertinggi (Pengasuh)
disebut Kyai (jawa), Tengku (Aceh), Datuk atau
Buya (Minangkabau), Abah/Ajengan (Sunda).
Tokoh yang pertama mnedirikan
pesantren adalah Maulana malik Ibrahim (w. 1419M), beliau menggunakan Masjid
dan pesantren untuk pengajaran ilmu-ilmu agama yang akhirnya melahirkan
tokoh-tokoh wali songo. Pada taraf permulaan bentuk pesantren sangat sederhana,
kegiatan pendidikan dilakukan di masjid dengan beberapa santri. Ketika Raden
Rahmad (Sunan Ampel) mendirikan pesantren (Ampel Dento) hanya memiliki tiga
orang santri. Para santri yang telah selesai belajarnya di Pesantren Ampel
Dento kemudian mendirikan pesantren baru. Salah satunya adalah Raden Paku
(Sunan Giri) yang mendirikan Pesantren d desa Sidomukti, Gresik yang
bernama Giri Kedaton.
Pesantren Giri Kedaton memiliki santri dari berbagai daerah,
seperti jawa, Madura, Lombok, Sumbawa, Makasar, Ternate, dan lain-lain. Setiap
santri kemudian mendirikan pesantren di daerahnya masing-maisng dengan demikian
pesantren dapat berkembang dengan pesat.
Berdasarkan sejarah berdirinya, maka tujuan berdirinya pesantren
ialah :
1.
Sebagai lembaga pendidikan keagamaan dan pembentuk kader-kader
ulama
2.
Sebagai benteng pertahanan dan pengawal bagi keberlagsungan
dakwah Islamiyah di Indonesia.
B. FUNGSI DAN PERAN PESANTREN DALAM PENYEBARAN
ISLAM
Fungsi utama pondok pesantren ialah sebagai lembaga pendidikan
keagamaan dan pusat dakwah islamiyah. Pada masa penjajahan Pesantren merupakan
pendidikan menanamkan sikap patriotisme dan basis perjuangan untuk melawan
penjajah.
Tradisi pesantren memiliki sejarah panjang. Oleh karena itu,
situasi dan peranan Pesantren dewasa ini harus dilihat dalam hubungan
perkembangan Islam jangka panjang, baik di Indonesia maupun di negara-negara
Islam pada umumnya.
Sesuai dengan perkembangan jaman maka pondok pesantren saat ini
dilengkapi dengan ilmu-ilmu umum dan berbagai ketrampilan. Hal ini untuk
membekali para santri agar tidak gagap dengan perkembangan IPTEK dan dapat
berperan aktif dalam masyarakat luas.
Pendidikan di Pesantren bukan
hanya mentransfer ilmu pengetahuan (transfer of knowliege) tetapi
juga transfer nilai (transfer of value), sehingga akan
mampu mencetak santri yang menguasai ilmu-ilmu agama, mengamalkan ilmunya
dengan ikhlas, dan menjadi orang yang sholeh apapun profesinya.
C. METODE KAJIAN YANG DILAKUKAN DI PESANTREN
Proses pendidikanya berlangsung 24 jam, dimana terjadi hubungan
antara Kyai dan santri, santri sesame santri yang berada dalam satu kompleks
(masyarakat belajar).
Setidaknya ada tiga jenis ilmu keislaman yang secara istiqomah
diajarkan di pesantren, yaitu : Aqidah (Kalam), Fiqh (Syari’ah), dan Akhlaq
(tasawuf). Ketiga ilmu tersebut digali dan dipelajari dari sumber kitab-kitab
salaf (kitab kuning) yang disusun oleh para ulama Ahlusunnah wal Jama’ah.
Sistem pembelajaran di Pesantren meliputi :
1.
Sorogan, Kyai/Ustadz mengajar para santri satu persatu, tanpa
membedakan umur dan jenjang pendidikan.(kelas). Contoh : sorogan Qur’an,
sorogan Kitab dan lain-lain.
2.
2. Bandungan, Kyai/Ustadz mengajar para santri
secara bersama-sama tanpa membedakan umur dan kelas. System ini biasanya
dilakukan pada waktu tertentu dan pada materi tertentu, seperti pengajian
akhlaq, Hadits, Pengajian Romadlon, dan lain lain.
3.
3. Madrasy / Kalsikal, system pembelajaran dengan
cara klasikal, para santri dikelompokan sesuai umur dan tingkat kemampuannya.
Dalam pendidikan Pesantren dikenal jenjang pendidikan yaitu :Awaliyyah, Wustho, Ulya, Ma’had ‘Ali.
Berdasarkan system pembelajarannya, maka pesantren dapat
dikelompokkan :
1.
Pesantren Al Qur’an, Pesantren yang secara khusus
mempelajari Al Qur’an dan mencetak para Hafidz fdan Hafidzah.
2.
Pesantren Kitab, Pesantren yang secara khusus
mempelajari ilmu-ilmu fiqh
3.
Pesantren Alat, pesantren yang secara khusus mempelajari ilmu-ilmu Bahasa
Arab, seperti ilmu Nahwu, Shorof, dan lain-lain.
Sedangkan tipe secara umum pesantren adalah :
1.
Pesanten Salafiyyah, Pesantren yang tidak
menyediakan pendidikan formal, sehingga para santri hanya khusus belajar di
pesantren. Pesantren Salafiyah secara khusus mempelajari satu bidang keilmuan,
seperti fiqh, Hadits, atuapun ilmu alat.
2.
Pesantren Modern, Pesantren yang menyediakan
pendidikan formal, sehingga para santri selain belajar di pesantren juga
menempuh pendidikan formal.
3.
Pesantren Perpaduan , Pesantren yang
menyediakan pendidikan formal, tapi dalam system pembelajaranya juga mengikuti
system Salafiyyah.
D. HAL-HAL YANG MENJIWAI DI
PESANTREN
Sebagai lembaga Tafaqquh fiddin
(memperdalam agama) pondok pesantren mempunyai jiwa yang membedakan dengan
lembaga-lembaga pendidikan lainya. Jiwa pondok pesantren tersebut
dinamakan “Panca Jiwa Pesantren”, yaitu
:
1.
Jiwa keikhlasan , jiwa ini terbentuk oleh
suatu keyakinan bahwa semua perbuatan (baik atau buruk) pasti akan di balas
oleh Allah SWT, jadi beramal tanpa pamrih tanpa mengahrapkan keuntungan
duniawi.
2.
Jiwa Kesederhanaan, sederhana bukan berarti pasif
tetapi mengandung unsur kekuatan dan kaetabahan hati serta penguasaan diri
dalam mengahadapi dalam mengahdapi segala kesulitan.
3.
Jiwa Persaudaraan yang Demokratis, segala
perbedaan dipesantren tidak menjadi penghalang dalam jalinan ukhuwah
(persaudaraan) dan Ta’awun (saling menolong).
4.
Jiwa kemandirian, pesantren harus mampu mandiri
dengan kekuatannnya sendiri.
5.
Jiwa Bebas, bebas dalam membentuk jalan hidup dan menetukan masa depan
dengan jiwa besar dan sikap optimis mengahadapi berbagai problematika hidup
berdaqsarkan nilai-nilai ajaran Islam. Kebebasan jiwa pondok pesantren juga
berarti tidak terpengaruh dan didikte oleh dunia luar.
BAB IV
SEJARAH ORGANISASI NAHDALATUL
ULAMA
A. MOTIFASI KELAHIRAN NU
Pada tahun 1914 KH. Abdul Wahab Hasbullah pulang dari Mekkah
setelah bertahun-tahun belajar di sana. Beliau terkenal ulama yang sangat
dinamis dan mempunyai cita-cita untuk mempersatukan umat Islam dalam
suatu perkumpulan / organisasi keagamaan. Untuk mewujudkan hal itu, beliau
menggandeng ulama yang sangat Kharismatik, yaitu KH. Hasyim As’ary Pengasuh
Pondok Pesantren Tebu Ireng, Jombang (JATIM).
Kedua Ulama ini mencoba untuk mengorganisir dan memberi wadah
serta mempersatukan umat Islam (tradisionalis) di Indonesia . Untuk mewujudkan
hal tersebut ditempuh langkah-langkah :
1.
Pada tahun 1916 Kyai Wahab mendirikan Madrasah “Jam’iyatul Nahdlotul Wathon “ di Surabaya. Madrasah
ini berkembang dengan pesat dan membuka cabang di Semarang, Malang, Sidoarjo,
Gresik, Lawang, Pasuruan, dan lain-lain.
2.
Pada tahun 1919 berdiri TASWIRUL AFKAR”,
sebuah madrasah dan forum diskusi keagamaan yang tujuan utamanya memberi tempat
untuk mengaji dan belajar serta untuk membela kepentingan Islam.
3.
3. Pada tahun 1924 berdiri organisasi “Syubhanul Wathon (pemuda tanah air), organisasi
ini mempunyai kegiatan membahas masalah agama, dakwah, peningkatan pengetahuan
bagi anggotanya, dan lain-lain.
Pada tahun 1926 akan disenggarakan Kongres Islam sedunia
di Makkah yang diikuti perwakilan dari organisasi-organisasi Islam di dunia.
Pada tanggal 16 Rajab 1344 H / 31 Januari 1926 KH. A. Wahab Hasbullah membentuk
suatu komite yang bernama Komite Hijaz yang beranggotakan para alim ulama dari
berbagai daerah guna mengikuti Kongres tersebut. Dalam rapat/sidang komite
hijaz tersebut memutuskan dua hal, yaitu :
1.
Meresmikan dan mengukuhkan Komite Hijaz dengan masa kerja
samapai delegasi yang akan dikirim menemui Raja Ibnu Saud dan mengirim delegasi
ke Kongres Islam di Makkah. Adapun yang dikirim ialah KH. Wahab Hasbullah dan
Syeikh Ahamad Ghunaim al Mishri.
2.
Membentuk sebuah Jam’iyyah (organisasi) yang bernama NAHDLATUL ULAMA’. Denggan tujuan untuk
membina terwujudnya masyarkat Islam berdasarkan aqidah atau faham
Ahlusunnah wal Jama’ah (ASWAJA).
Mayoritas anggota NU berada di Jawa, khususnya JATIM, sepanjang
pantura JATENG, Cirebon, dan Banten. Adapun diluar Jawa meliputi : Banjar
(KALSEL) ,Batak Mandailing (SUMUT), Bugis (SULSEL), Sasak dan Sumbawa (NTB). Cabang
tersebut beridri pada kurun waktu 1930-1940. Kiprah NU yang paling menonjol
ialah dibidang pendidikan, jumlah madrasah meningikat pesat pada waktu
1920-1930-an. Unt6uk mengkoordinasikan kegiatan pendidikan tersebut dibentuk
Lembaga Pendidikan Ma’arif pada tahun 1938.
B. TOKOH-TOKOH PENDIRI NU
Adapun tokoh besar pengurus NU ialah :
1.
KH. Hasyim Asy’ari (1871-1947) Jombang
2.
KH. Abdul Wahab Hasbullah (1888-1971) Jombang
3.
KH.Bisyri Sansoeri (1886 – 1962 ) Jombang
4.
KH. Ridwan Abdullah (1884 -1962) Semarang
5.
KH. Asnawi (1861-1959) Kudus
6.
KH. Ma’sum (1870-1972) Lasem
7.
KH. Nawawi, Pasuruan
8.
KH. Nahrowi, Malang
9.
KH. Alwi Abdul Aziz, Surabaya
C. NAMA DAN
LAMBANG NU
Nahdlatul Ulama adalah
organisasi social keagamaan (Jam’iyyah Diniyah Islamiyah) yang berhaluan
(faham) Ahulusunnah wal Jamaah. Secara harfiah terdiri dari kata Nahdlah : Bangkit/Kebangkitan dan ‘Ulama : Orang-orang yang ahli agama, Jadi
Nahdaltul Ulama berarti kebangkitan para alim-ulama. Nama NU disusulakan KH.
Alwi Abdul Aziz dari Surabaya.
Lambang NU berupa :
1.
Gambar bola Dunia atau Bumi yang mengingatkan manusia itu
berasal dari tanah dan kembali ke tanah.
2.
Dilingkari Tali Tersimpul yang melambangkan ukhuwah atau
persatuan, dan ikatanya melambangkan hubungan dengan Allah SWT.
3.
Dikelilingi sembilan Bintang,
– Lima bintang di atas katulistiwa, satu bintang besar
melambangkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan empat bintang dibawahnya melambangkan
empat shahabat (khulafaur rosidin).
– Empat bintang di bawah garis katulistiwa, melambangkan
empat madzhab.
–
Disamping itu jumlah seluruh bintang sembalian juga
melambangkan wali songo.
Jadi Nabi SAW, Shahabat, Imam Madzhab, dan wali songo yang akan
memberikan sinar dan petunjuk jalan yang benar.
1.
Tulisan Nahdlatul Ulama dalam huruf Arab yang melintang dari
sebelah kanan bola dunia.
Semua jenis lambing tersebut dilatarbelakangi warna putih di
atas warna hijau. Warna putih melambangkan kesucian dan warna hijau
melambangkan kesuburan. Lambang ini diciptakan oleh KH. Ridwan Abdullah dari
Surabaya setelah beliau melakukan shalat Istikharah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar