Rabu, 16 September 2020

Dakwah Secara Terbuka

Sirah Nabawiyah kali ini akan membahas tentang dakwah terang-terangan. Sebelumnya, kita telah membahas Dakwah Sembunyi-Sembunyi.

Selama sekitar tiga tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah secara sembunyi-sembunyi. Di antara hasilnya, Rasulullah mendapatkan 40 hingga 50 orang assabiqunal awwalun. Merekalah sahabat nabi yang paling awal masuk Islam. Mayoritasnya adalah para pemuda.

Dakwah secara Terangan Terangan

Allah menurunkan perintah untuk berdakwah secara terang-terangan, dimulai dengan firman-Nya:

وَأَنْذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ

“Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” (QS. Asy Syu’ara: 214)

Setelah menerima perintah tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengundang keluarga terdekatnya, Bani Hasyim. Rasulullah menjamu mereka. Ketika Rasulullah ingin berbicara di forum yang dihadiri 45 orang laki-laki itu, tiba-tiba Abu Lahab memotongnya.

Rasulullah tak putus asa meskipun pertemuan pertama gagal. Beliau pun mengundang mereka lagi. Kali ini, beliau mendapat dukungan dari Abu Thalib, meskipun Abu Lahab masih sama menampakkan permusuhannya.

Setelah mendapat dukungan dari Abu Thalib, Rasulullah mulai memperluas seruan dakwahnya. Beliau naik ne bukit Shafa dan memanggil orang-orang Quraisy secara terbuka.

“Wahai Bani Fihr, Wahai Bani Adi!” Rasulullah menyeru suku-suku Quraisy hingga mereka berdatangan. “Bagaimana menurut pendapat kalian bila kuberitahukan bahwa di balik bukit ini ada segerombolan pasukan berkuda yang akan menyerang kalian? Apakah kalian mempercayaiku?”

“Ya, kami tidak pernah tahu dari dirimu selain kejujuran,” jawab mereka.

Demikianlah kecerdasan Rasulullah. Beliau memulai dengan menguji tingkat kepercayaan mereka atas integritas beliau. Selama ini tak ada satu pun cacat yang mereka dapati. Bahkan mereka memberikan julukan al amin kepada beliau karena tak pernah berdusta, senantiasa jujur dan paling dipercaya.

Dan hendaklah ini yang perlu dijaga oleh para dai. Senantiasa jujur dan menjauhi dusta. Sebab integritas adalah modal utama. Jika integritasnya cacat, bagaimana orang-orang akan percaya kepadanya. Jika integritasnya rusak, mereka akan mudah membalik perkataan dai dan menyerangnya.

“Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan kepada kalian terhadap azab yang amat pedih,” lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Mendengar seruan Rasulullah, Abu Lahab menimpali. “Celaka engkau Muhammad. Apakah hanya untuk ini engkau mengumpulkan kami?”

Maka Allah menurunkan Surat Al Lahab yang menegaskan kecelakaan baginya.

تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ . مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَبَ . سَيَصْلَى نَارًا ذَاتَ لَهَبٍ . وَامْرَأَتُهُ حَمَّالَةَ الْحَطَبِ . فِي جِيدِهَا حَبْلٌ مِنْ مَسَدٍ

Binasalah kedua tangan Abu lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta benda dan apa yang ia usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang dilehernya ada tali dari sabut. (QS. Al Lahab: 1-5)

Presensi kehadiran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Runtuhnya Dinasti Umayyah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Dinasti Bani Umayyah lemah dan membawanya kepada kehancuran. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Sistem p...